Makassar, lagaligopos.com – Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Dr Adi Suryadi Culla, menilai program gratis para kandidat Pilwalkot Makassar hanyalah komoditi politik belaka untuk menarik dukungan masyarakat. Program gratis ini menurutnya tidak realistis.
“Program-program gratis itu lebih banyak yang menjadikan sebagai komoditas politik belaka masih sebatas isu kampanye saja, untuk menarik pemilih. Buktinya belum ada kandidat yang berani menjelaskan secara detil, seperti apa kalkulasi beban APBDnya dan syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi masyarakat untuk bisa menikmati program itu,” kata Adi, via telepon, Rabu malam (31/7).
Adi menjelaskan, adalah hal yang wajar jika para cawalkot jor-joran mensosialisasikan program gratis mereka, karena program itu adalah kartu istimewa yang dimainkan untuk menambah kuat positioning mereka dalam mempengaruhi referensi pemilih.
“Tapi sampai saat ini belum ada yang menjelaskan secara spesifik sesungguhnya batasan-batasan program gratis itu seperti apa. Dana bantuan 10 juta per Kepala Keluarga (KK) itu misalnya apakah memang semua KK bisa dapat? Kan mungkin nanti prakteknya akan ada syarat-syarat yang tiba-tiba keluar yang membuat banyak orang tidak bisa menikmati program itu. Begitupun dengan listrik gratis, program kesehatan gratis secara total, termasuk DP care dan program gratis lainnya,” ujarnya.
Menurut Adi, masyarakat Makassar harus cerdas dalam memilah program-program gratis Cawalkot. Masyarakat harus mempertanyakan hingga detail seperti apa teknis pelaksanaan program itu nantinya, sehingga bisa di mengerti apakah program itu masuk akal ataukah tidak.
“Program gratis itu bisa menjadi kontraproduktif bagi citra cawalkot jika tidak mampu dijelaskan secara detil. Sudah banyak pengalaman calon-calon kepala daerah yang gagal meski mengandalkan program gratis karena tidak bisa menjelaskan secara detil teknis pelaksanaan programnya sehingga tampak tidak realistis. Selain itu ada juga konsekuensi politis negatif bila mereka juga harus menjelaskan secara detil programnya,” kata Adi.
Adi mengingatkan masih banyak persoalan kota Makassar yang sesungguhnya lebih menuntut peran pemerintah untuk diselesaikan. Seperti bajir, macet, sampah, ruang terbuka hijau, dan persoalan kota metropolis lainnya.
“Semestinya program yang diajukan itu lebih komprehensif dan menyentuh persoalan yang berkaitan dengan tantangan nyata pembangunan Kota Makassar seperti banjir, macet dan lain-lain,” imbuhnya.(ADN)