Sorowako, Lagaligopos.com – Para pembela Masyarakat Adat yang mewakili 17 organisasi Masyarakat dari sembilan Negara di Asia berkumpul di Chiang Mai, Thailand pada tanggal 16-19 Oktober 2013 dalam rangka mendiskusikan dan berbagi pengalaman dan merumuskan strategi bersama, terkait masalah yang dihadapi oleh masyarakat adat di Negara mereka masing-masing.
Perwakilan Organisasi Masyarakat Adat Indonesia (AMAN) yang hadir dalam pertemuan tersebut, diwakili oleh Abdul Aziz Saleh, Direktur Firma Hukum AMAN Wilayah Tana Luwu, dan Febriyan Anindita dari AMAN PD Sumbawa.
Menurut Abdul Aziz Saleh yang dihubungi Lagaligopos.com Via BBM, “Masyarakat Adat saat ini terus menghadapi tantangan serius terutama pada pengakuan dan pelaksanaan hak-hak kolektif masyarakat adat yang tertuang dalam Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (United Nation Declaration Rights On Indegenous People). Sampai hari ini, Masyarakat Adat masih ditantang berkaitan dengan pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi mereka dibeberapa negara di ASIA sebagai masyarakat yang berbeda dengan hak-hak kolektif. Banyak negara-negara Asia masih mengklaim bahwa mereka tidak memiliki Masyarakat Adat. Wilayah Masyarakat Adat dibombardir dengan proyek-proyek seperti pertambangan, proyek-proyek energi, seperti proyek hidro listrik, eksplorasi minyak, taman nasional, Hutan lindung, konservasi dan proyek-proyek pembangunan lainnya seperti: perkebunan, tanaman panas bumi dan konsesi lahan ekonomi tanpa Bebas, merampas tanah Masyarakat adat, wilayah adat dan sumber daya alamnya bahkan hidup dan identitasnya.
Pada saat yang sama, kita menyatakan hak kolektif dan menentang serta melawan eksploitasi tanah, wilayah dan sumber daya Masyarakat adat. Di sebagian negara di Asia, Masyarakat Adat masih dihadapkan dengan represi dari pihak militer, konflik dan pelanggaran HAM berat, ditandai dengan meningkatnya Masyarakat Adat Pembela Hak Asasi Manusia yang di cap sebagai “teroris” dan ekstremis, menyatakan wilayah masyarakat adat sebagai “daerah terganggu” untuk melegitimasi operasi militer skala penuh, memungkinkan pembunuhan ekstra-yudisial, evakuasi paksa dan hak asasi manusia lainnya. Pelanggaran melalui pengaturan hukum atau kuasi – hukum, dikenal dengan berbagai sebagai “Operation Greenhunt”, “Operasi Cleanheart”, “Operasi Conflagration “, ” Operasi Upliftment”, ” Oplan Bayanihan”, dan lain sebagainya” ungkapnya.
Dan pada pertemuan tersebut, Direktur Firma Hukum AMAN Tana Luwu Abdul Aziz Saleh diberikan kesempatan mempresentasikan materi LEGAL ADVOCACY serta berbagi pengalaman tentang proses advokasi serta cara pendokumentasian kasus yang telah mereka lakukan di 147 Masyarakat Adat yang tersebar di Tana Luwu, dan pada hari terakhir diminta untuk memberikan testimoni terhadap perjuangan Alm. Ibu Werima Mananta, salah satu pejuang Masyarakat Adat To’ Karunsi’e Kampung Dongi, di Sorowako Luwu Timur. (Abr)
