Opini, Lagaligopos.com – Siapakah Tenaga Honorer K2? Terminologi K1 dan K2 baru dikenal ketika pemerintah bermaksud mengangkat tenaga honorer yang katanya “tercecer”, yakni mereka yang belum terangkat berdasarkan PP 48 tahun 2005 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS.
Dalam perkembangannya, ternyata tenaga honorer “tercecer” membengkak jumlahnya sedemikian rupa, hingga mencapai lebih dari 170-an ribu orang. Untuk menyaring jumlah yang banyak itu, dikeluarkanlah Permen PAN-RB No.5/2010, yang menetapkan bahwa tenaga honorer yang dapat diangkat menjadi CPNS adalah mereka yang bekerja di instansi pemerintahan terhitung mulai tanggal 1 januari 2005 secara terus menerus, yang honornya dibiayai langsung oleh APBN atau APBD.
Mereka ini kemudian dikelompokkan sebagai Tenaga Honorer Kategori satu (K1) yang memiliki peluang langsung diangkat menjadi PNS setelah melalui verifikasi. Sedangkan yang honornya tidak langsung dibayar dari APBN/APBD, misalnya melalui proyek/kegiatan, dikelompokkan sebagai Tenaga Honorer Kategori dua (K2). Bagi mereka ini, harus mengikuti tes seleksi terlebih dahulu jika ingin menjadi CPNS.
Mengakhiri Rezim Tenaga Honorer
Terbitnya PP No.48 tahun 2005 sesungguhnya dimaksudkan untuk mengakhiri “rezim” tenaga honorer. Karena itu maka ketentuan pasal 8 dengan tegas melarang dilakukannya lagi pengangkatan tenaga honorer, kecuali ditetapkan oleh peraturan pemerintah. Dengan PP ini, seluruh tenaga honorer di data untuk diangkat menjadi PNS secara bertahap, dan akan tuntas hingga tahun 2009.
Nyatanya, dibanyak daerah, Kepala Daerah yang ikut lagi bertarung dalam pilkada (petahana) tetap melakukan pengangkatan tenaga honorer sebagai upaya mencari dukungan. Sebagian besar diantara mereka itulah yang kemudian disusupkan pada saat pemerintah menetapkan kebijakan mengangkat tenaga honorer yang katanya “tercecer” itu.
Untuk itu kepentingan dimaksud, Pemerintah menerbitkan PP No.56 tahun 2012, yang merupakan perubahan kedua atas PP No.48 tahun 2005, yang pada dasarnya mengatur tiga hal, yakni honorer K1, honorer K2, dan jabatan mendesak untuk diangkat menjadi CPNS. Dengan demikian, masalah tenaga honorer telah selesai, sehingga ke depan diharapkan manajemen PNS dapat ditata sesuai dengan prinsip-prinsip merit system, tidak dijadikan komoditi politik dan ajang KKN, sehingga diharapkan kualitas birokrasi dapat ditingkatkan.
Sudah Diperkirakan
Berkaca dari kekisruhan penerimaan CPNS honorer K1, maka banyak pihak memperkirakan bahwa penerimaan CPNS honorer K2 pasti lebih kacau. Penyebabnya adalah pendataan honorer ditenggarai penuh dengan praktek KKN dan asal-asalan. Apa yang dikhawatirkan itu ternyata benar. Banyak yang lulus tidak pernah menjadi tenaga honorer, keluarga pejabat, atau mungkin karena membayar. Pendeknya, tidak memenuhi kriteria sebagaimana diatur oleh Permen PAN-RB No.5 tahun 2010 maupun oleh PP No.56 tahun 2012.
Saya teringat, dalam suatu rapat yang dipimpin oleh Wapres selaku Ketua Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional, dikantor Wakil Presiden, saya yang waktu itu anggota TQA-RB menolak rencana pemerintah mengangkat tenaga honorer “tercecer” dengan beberapa alasan. Pertama, jumlahnya terlalu besar sehingga diluar batas kewajaran (ada daerah yang mencapai 6000 orang). Kedua, penerimaan CPNS melalui jalur K1 hanya akan menjadi ajang transaksional oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Mereka yang ikut seleksi normal yang belum tentu lulus saja mau membayar mahal, apalagi jika tidak perlu testing untuk lulus. Ketiga, semakin membuktikan bahwa pemerintah tidak tegas dan tidak konsisten melaksanakan keputusan yang dibuatnya sendiri.
Berbagai protes yang muncul tidak boleh didiamkan. Honorer K2 dengan SK bodong yang dinyatakan lulus harus digugurkan, untuk selanjutnya memberi peluang kepada honorer yang berhak (jika memang betul masih ada) untuk menggantikannya. Yang benar-benar bekerja sekurang-kurangnya satu tahun dengan SK per 1 Januari 2005. Itu artinya pemerintah tidak boleh gegabah melakukan proses pemberkasan CPNS K2.
Langkah Penertiban
Ada dua langkah yang dapat dilakukan untuk menertibkan dugaan penyimpangan ini. Pertama, melalui jalur administratif. Siapapun yang mengetahui adanya penyimpangan, perlu segera melaporkannya kepada KEMENPAN & RB, KEMENDAGRI dan BKN. Ketiga instansi inilah yang paling bertanggung jawab atas penerimaan CPNS Daerah. Instansi lain adalah UKP4, sebab instansi ini diberi tugas khusus oleh Presiden untuk mengawasi pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan. Lapor ke UKP4 dapat dilakukan melalui SMS. Caranya, ketik LAPOR, kirim ke 1708 (semua provider).
Kedua, melaporkan ke penegak hukum. Hal ini perlu karena hampir mustahil mereka yang memperoleh SK siluman menerimanya secara gratis. Artinya, patut diduga telah terjadi transaksi dalam proses terbitnya SK siluman itu. Jika itu benar maka jelas merupakan tindak pidana korupsi.
Teori Konspirasi
Dalam perspektif hukum pidana konspirasi merupakan tindakan deelneming, yaitu suatu tindakan pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang. Antara orang yang satu dengan yang lainnya terdapat hubungan sikap batin dan atau perbuatan yang sangat erat terhadap terwujudnya suatu tindak pidana.
Terkait dengan hal diatas, maka munculnya SK siluman patut diduga merupakan tindak pidana secara berjamaah. Dengan kata lain, patut diduga telah terjadi konspirasi, mulai dari pejabat daerah hingga pejabat pemerintah pusat.
Karena itu dalam melakukan penertiban, jangan hanya berhenti pada pejabat-pejabat di daerah. Patut diingat bahwa kewenangan pengangkatan pegawai ada ditangan pemerintah pusat. Oknum pejabat daerah tidak mungkin berani melakukan manipulasi SK jika oknum pejabat pusat tidak menjamin kelulusannya. Artinya, penertiban harus dilakukan dari hulu ke hilir.
Kalaupun tidak ada transaksi, maka tindakan dimaksud tetap dapat dibawah ke ranah hukum melalui PTUN. Kenapa? Karena mereka yang menerbitkan SK fiktif telah melakukan tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Karena itu jika nanti terbuti bahwa SK tenaga honorer K2 yang lulus CPNS adalah fiktif, maka siapapun yang terlibat harus mendapatkan hukuman, baik pidana ataupun disiplin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan SK CPNS yang bersangkutan harus dinyatakan batal demi hukum.
Semoga kasus ini merupakan pintu masuk untuk mengakhiri bau busuk yang bertiup setiap kali ada penerimaan CPNS.
Oleh: Luthfi A Mutty, Mantan Bupati Luwu Utara