Pak Saleng, salah seorang Guru di Kecamatan Limbong yang merupakan salahsatu nama yang di distribusi dalam program DGP dari 128 nama guru yang telah di distribusi pemerintah kabupaten Luwu Utara pada tahun 2013 yang lalu.
Masamba, Lagaligopos.com- Program Distribusi Guru Proporsional (DGP) merupakan salah-satu asistensi Program Kinerja di Kabupaten Luwu Utara yang dipandang cukup menunjukkan kemajuan. walau sejak adanya sosialisasi tentang Distribusi Guru Proporsional (DGP) banyak kalangan dari pemerhati pendidikan meragukan program ini akan berlaku efektif, mengingat mutasi PNS termasuk guru adalah kewenangan penuh kepala daerah berdasarkan PP No 9 tahun 2003, sehingga program DGP di nilai oleh sebagian kalangan hanya akan menjadi kendaraan kepentingan oknum tertentu yang sarat dengan muatan politis.
Namun tantangan itu di jawab Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, melalui kemitraan dengan program Kinerja USAID Pemerintah Kabupaten Luwu Utara berhasil menggunakan partisipasi masyarakat untuk memindahkan 128 guru sebagai langkah untuk mengatasi kesenjangan kesempatan pendidikan. Perhatian Pemerintah Kabupaten terhadap masukan dari masyarakat melalui forum multi stake holder (MSF) sangat membantu pemerintah untuk mengatasi tantangan politis yang telah menghambat upaya pemindahan guru selama ini.
“Program ini tidak saja memberi manfaat bagi Pemerintah Daerah, tetapi juga bagi guru serta masyarakat, khususnya para siswa. Bagi guru sendiri sebagai objek dari program DGP, Program ini memberikan manfaat besar, karena guru sepenuhnya terlibat dan jumlah jam mengajar terpenuhi. Selain itu, terbuka peluang pengembangan karir, peningkatan kesejahteraan, peningkatan pengetahuan tentang kebijakan pendidikan, dan dapat sepenuhnya menerapkan kurikulum dengan guru yang kompeten untuk semua kelas.” Ungkap Wakil Bupati Luwu Utara Hj. Indah Putri Indriani kepada Lagaligopos saat ditemui di sela-sela pelantikan Anggota DPRD Luwu Utara periode 2014-2019, Rabu (27/08/14).
Indah menambahkan “Program ini akan meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak-anak di daerah terpencil dan dapat membantu mengurangi kesenjangan pendidikan antara daerah pedesaan dan perkotaan khususnya di tiga daerah terpencil Seko, Limbong dan Rampi, karenanya mariki sama-sama kawal program DGP,” Seru perempuan berparas cantik itu.
Komitmen Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu Utara untuk melaksanakan distribusi guru proporsional sangat kuat. Hal tersebut di dasarkan pada surat keputusan bersama lima menteri yakni, Mendiknas, MenPAN-RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tahun 2011 tentang penataan dan pemerataan guru pegawai negeri sipil.
Dari informasi yang di himpun Lagaligopos, tahun 2012 LSM lokal yang didukung Kinerja, Lembaga Pelatihan dan Konsultasi Inovasi Pendidikan (LPKIPI) melalukan studi awal tentang kebutuhan guru sekolah dasar di Luwu utara. Studi ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan besar dalam distribusi guru kelas dan guru mata pelajaran PNS. Betapa tidak, dari 259 sekolah dasar di Luwu Utara, hanya 47% yang memiliki cukup guru kelas PNS.
Selain itu, data lain yang di himpun Lagaligopos memperlihatkan hanya 33,62 persen SDN mempunyai guru pendidikan jasmani berstatus PNS dan hanya 46,5 persen mempunyai guru agama PNS. Akibatnya, kesenjangan yang besar terjadi pada kualitas pendidikan antar sekolah dan antar kecamatan. Sedangkan kondisi di daerah pegunungan seperti Seko, Rampi dan Limbong memperlihatkan semua sekolah kekurangan guru mata pelajaran dan guru kelas, dan hanya menggantungkan pada honorer yang ada, sehingga diperlukan pendistribusian guru khusus untuk daerah terpencil yang kurang jumlah guru PNS-nya.
Berdasarkan data tersebut, pemerintah kabupaten Luwu Utara membuktikan komitmennya dengan lahirnya kerangka legal yang menjadi Landasan pemerataan jumlah guru PNS pada sekolah yang jumlah gurunya melebihi ke sekolah yang jumlah gurunya kekurangan sesuai dengan rasio siswa, sebagai langkah Pemkab Luwu Utara memenuhi mandat Keputusan Bersama 5 Menteri yang mengisyaratkan penerbitan landasan hukum dan Juknis dalam upaya penataan dan pemerataan guru PNS di setiap Daerah, yakni Peraturan Bupati No. 28 tahun 2012 tentang Distribusi Guru Proporsional. Kerangka legal tersebut juga sudah dilengkapi dengan instrumen pelaksanaan berupa petunjuk teknis (Juknis) pelaksanaan distribusi guru yang disahkan pada bulan Oktober 2012.
Menyadari bahwa memindahkan guru ke daerah terpencil perlu dukungan politis dan untuk meminimalisir penolakan terhadap program ini, pemerintah Kabupaten Luwu Utara melakukan berbagai kegiatan sosialisasi dengan forum multi stake holder, antara lain Asosiasi Profesi Guru, Dewan Pendidikan, Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Lingkar Masyarakat Luwu Utara (FAKTA), Lembaga Pemerhati Masyarakat (L-PERAK) dan jurnalis warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Peduli Pendidikan (FKPP) dengan tujuan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang tujuan kebijakan baru ini dan mendapatkan masukan untuk pelaksanaan program. forum multi stake holder tersebut secara aktif mengadakan upaya advokasi mengenai kebijakan distribusi guru.
Untuk mendukung upaya forum multi stake holder tersebut, FAKTA memfasilitasi diskusi rutin melalui Warung Demokrasi. Hasilnya, pada tahun 2013 yang lalu sebanyak 128 guru tingkat SD berhasil didistribusikan ke 76 sekolah yang mengalami kekurangan guru yang berkualitas, terpenuhinya jam mengajar guru dan kesempatan bagi para pahlawan tanpa tanda jasa itu untuk mengembangkan karir terbuka. Pemerintah Kabupaten Luwu Utara juga mengalokasikan Rp. 35 juta untuk membantu proses perpindahan guru. Selain itu, Pemerintah menyediakan rumah dinas dan tunjangan bulanan sebesar Rp. 500 ribu untuk setiap guru yang di pindahkan ke daerah terpencil.
Kepala Dinas Pendidikan Luwu Utara Rostika Said Kepada Lagaligopos mengungkapkan “ke depan dalam pendistribusian guru terutama dalam penerimaan pegawai negeri sipil, khusus guru akan dibuatkan perjanjian sesuai dengan aturan yang berlaku. Sedangkan, untuk daerah pengunungan seperti Kecamatan Limbong, Seko, dan Rampi akan di sesuaikan dengan jumlah siswa dan mata pelajaran di sekolah masing-masing di daerah tersebut”. Ungkap Ipar Bupati Luwu Utara itu.
Namun seiring berjalannya program ini, pro kontra tetap saja mewarnai implementasinya apakah mutasi guru dan Kepala sekolah yang telah di jalankan Pemkab Luwu Utara sudah melalui mekanisme DGP atau ada kepentingan lain? Hal ini selalu di ingatkan Fasilitator Media dan Kemitraan Kinerja USAID yang juga pendamping jurnalis warga Basri Andang dalam setiap kesempatan Forum diskusi regular juranlis warga yang dilaksanakan JURnaL Celebes dan Kinerja USAID.
Menurutnya, “jurnalis warga dan forum multi stakeholder (MSF) berperan penting dalam proses pengawalan dan implementasi distribusi guru agar sesuai denga acuan Perbub dan Juknis yang sudah ada, karena mutasi yg ideal sejatinya berorientasi pada pelayanan publik yg baik bukan karena suka dan tidak suka atau dengan pertimbangan subjektif”.
Pada bulan Februari 2014 yang lalu forum multi-stakeholder dan Jurnalis warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Peduli Pendidikan (FKPP) memantau apakah 128 guru yang dipilih untuk penugasan sebenarnya sudah pindah ke sekolah baru mereka. Forum multi stake holder dan Forum Komunikasi Peduli Pendidikan (FKPP) melakukan monitoring dan evaluasi (Monev) Implementasi Perbub dan Juknis yang ada serta melakukan survei kepuasan, melibatkan guru yang di distribusikan , sekolah asli, sekolah baru mereka , siswa , dan orang tua siswa, menyusul penerbitan keputusan baru tentang distribusi guru (Kep. No.821.29/31/BKDD ) pada tanggal 31 Oktober 2013.
Ketua Forum Komunikasi Peduli Pendidikan (FKPP) Luwu Utara, Risal Muthahhari saat di konfirmasi Lagaligopos mengatakan, “Hasil monev yang dilakukan FKPP secara garis besar menunjukkan dari 128 nama Guru yang telah di distribusi sudah mengacu pada perbub dan Juknis yang ada, namun dalam prosesnya tetap saja masih diwarnai kepentingan tertentu, sebagai contoh pada saat pengusulan nama dan penerbitan SK mutasi kemarin, anggota DPRD Luwu Utara sempat ada yang protes dan akhirnya usulan nama itu di ubah secara sepihak. Namun walaupun masih di warnai oleh tendensi politis pada dasarnya kami berpendapat bahwa DGP ini di awalai dengan keberhasilan karena Luwu Utara sudah berani menjalankannya, apalagi Luwu utara merupakan daerah pertama di indonesia yang mengejewantakan SKB 5 mentri tentang penataan dan pemerataan guru pegawai negeri sipil dengan program DGP” Ungkap Risal.
Dirinya juga menilai bahwa sebagian guru belum memahami subtansi dari program DGP sehingga dalam implementasinya beberapa orang guru belum siap untuk di mutasi. Terkait dengan tiga daerah terpencil di Luwu Utara Seko, Limbong dan Rampi, Risal mengakui bahwa “ketiga daerah ini masih menghadapi berbagai kendala dalam pendistribusian guru, karena mutasi harus dilakukan dari kecamatan yang berbeda atau dari perkotaan menuju daerah terpencil, walaupun sebenarnya konsep awal DGP memang memprioritaskan tiga daerah terpencil itu”. Imbuhnya
Dari hasil wawancara Lagaligopos dengan beberapa guru yang telah di disribusi melalui program DGP memperlihatkan tanggapan yang berbeda-beda pak saleng dan pak purwanto misalnya, kedua guru di kecamatan limbong ini mengaku senang dengan adanya program DGP karena program ini dapat menyelesaikan kesenjangan guru di setiap sekolah dan meningkatkan mutu pendidikan, kedua guru ini juga paham betul subtansi dari program DGP. Berbeda dengan beberapa guru di Kecamatan Malangke mereka merasa terbebani dan mengeluhkan program DGP karena setelah di distribusi harus mendapat sekolah yang jarak tempuhnya lebih jauh dari kediaman mereka, sebagian besar guru juga tidak paham dengan subtansi program DGP bahkan pada saat monitoring dan evaluasi FKPP Lutra yang berlangsung pada februari lalu pantauan Lagaligopos memperlihatkan beberapa guru yang telah diterbitkan SK pemindahannya belum juga menunaikan kewajiban di sekolah yang baru.
Selain itu, baru-baru ini Pemerintah Kabupaten Luwu Utara melakukan mutasi guru dan Kepala Sekolah yang di nilai sebagian pemerhati tidak sesuai dengan mekanisme DGP karena mencabut hak-hak guru dan berdasar pada penilaian subjektif, sebagai contoh guru dari sekolah umum di pindahkan ke sekolah kejuruan. Sehingga dampaknya, yang bersangkutan tidak lagi memiliki jam wajib mengajar sertifikasi.
Program DGP sewajarnya menjadi kebanggaan Pemda Luwu Utara karena program ini menjadi cikal bakal peningkatan mutu pendidikan di Luwu Utara, apa yang dilakukan Luwu Utara tidak saja dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain, tetapi bukan mustahil dijadikan sebagai terobosan dalam penataan pegawai aparatur sipil negara, khususnya pegawai negeri sipil. Pasalnya, distribusi guru yang tidak merata antara kota dan desa masih menjadi tantangan besar bagi lebih dari 500 kabupaten/ kota di tanah air. Sekolah di kota biasanya mengalami kelebihan guru sementara sekolah di pedesaan kekurangan guru. Namun demikian program ini harus tetap merujuk pada regulasi yang ada karena mutasi yang ideal sejatinya melahirkan pelayanan publik yang baik.
Kedepan, Dinas Pendidikan Luwu Utara harus menggencarkan sosialisasi dan pemahaman subtansi DGP kepada setiap guru sebagai objek dari program ini sehingga guru dapat menerima amanah yang di bebankan kepadanya dimanapun mereka bertugas serta menghilangkan muatan politis dari pelaksanaan program ini, sehingga nilai luhur dari program DGP dapat tersalurkan di dunia Pendidikan di Luwu Utara, dan yang terpenting Forum Multi stake holder sebagai ujung tombak dalam mendorong program DGP lebih memaksimalkan pengawalannya dan tetap melakukan upaya advokasi implementasi program DGP di lapangan.
Reporter: Rival Editor: AS
