Belopa, Lagaligopos.com – Anggaran kesehatan di Kabupaten Luwu setiap tahunnya mengalami peningkatan, namun peningkatan anggaran tersebut tidak berbanding lurus dengan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini diakui oleh pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu pada acara dialog pelayanan publik oleh BKPRMI bekerja sama dengan USAID, Juma (23/5/14).
Bertempat di Zidane school Belopa, hadir dalam dialog tersebut tokoh pemuda, jurnalis, pelajar, anggota DPRD Luwu dan Dinas Kesehatan.
Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu, Asis, pada kesempatan itu menjelaskan beberapa hal terkait persoalan pelayanan kesehatan dimasyarakat. Menurut Asis, saat ini dalam beberapa tahun terakhir Luwu masih memegang predikat kematian ibu dan anak tertinggi di Sulsel namun bukan hanya pada persoalan ibu dan anak tapi ada banyak kematian lain yang melekat sebagai predikat tertinggi di Kabupaten Luwu.
Ironisnya, rekor-rekor buruk dalam pelayanan kesehatan tersebut justru terjadi ketika anggaran untuk Dinas Kesehatan mengalami peningkatan setiap tahunnya.
“Setiap tahun ada peningkatan anggaran, namun jauh dari harapan, adapun kekurangan selama ini yaitu sarana dan prasarana, sehingga dalam penggunaan anggaran disesuaikan dengan prioritas masing-masing program,” kata Azis.
Sementara itu terkait dengan kebutuhan terhadap tenaga kesehatan (bidan), hal ini juga menjadi prioritas Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu. “Untuk Bidan masih menjadi prioritas, namun saat ini masih minim anggaran, bahkan ada poskesdes yang sudah 3 tahun dibangun namun peralatan yang berasal dari daerah belum ada,” ungkapnya.
Sementara itu anggota DPRD Luwu dari partai Demokrat, Arifin Wajuanna, yang juga hadir dalam dialog tersebut menjelaskan tentang alokasi anggaran daerah di Kabupaten Luwu. Menurut Arifin, APBD tahun 2014 sebesar 850 Miliar, belanja daerah sebesar 880 Miliar, khusus untuk Dinkes sebesar 53 Miliar ( 6% lebih dari APBD).
“Jadi anggaran untuk Dinkes sebesar 6% lebih dari APBD, hal ini saja masih dianggap kurang karna petunjuk USAID harus 10-15% dari APBD. Kondisi keuangan daerah saja untuk belanja pegawai sebesar 311 Miliar, itu belum termasuk K2, padahal PAD setiap tahunnya hanya 31 Miliar, yang murni sebenarnya 22 Miliar, sementara dalam 1 bulan belanja pegawai 22 Miliar lebih setiap bulan, coba bayangkan PAD satu tahun habis untuk belanja pegawai hanya dalam satu bulan,” bebernya.
Arifin juga menjelaskan beberapa persoalan yang terjadi. Selama ini, menurut Arifin dalam menjalankan program dari APBN Bupati dan SKPD harus senantiasa melakukan lobi sehingga banyak program yang didapatkan tidak sesuai kebutuhan daerah.
“Setiap tahun Bupati bahkan SKPD kita harus susah payah ke pusat untuk melobi anggaran, namun banyak yang tidak sesuai dengan kebutuhan, seperti hari ini CT scan saja di RSUD yang anggaran 11 M jangankan digunakan ternyata dipasang saja tidak. Jadi persoalan ini memang kompleks dan dengan anggaran yang sudah kita tetapkan di DPR semoga Dinkes bisa meningkatkan pelayanan kesehatan,” imbuhnya.
Reporter: AC Editor: AS