Kasus First Travel telah menyeret ribuan korban yang tertipu iming-iming umrah murah. Banyak pelajaran finansial penting yang bisa kita dapatkan dari kasus penipuan umrah terbesar ini.
Nama First Travel di pertengahan tahun ini begitu membahana menjadi bahan pembicaraan banyak orang. PT First Anugerah Karya Wisata atau biasa dikenal dengan nama First Travel, sebuah perusahaan penyedia jasa travel umrah, ditengarai telah menipu ribuan orang calon jamaah umrah dengan nilai kerugian ratusan miliar rupiah.
Mengutip Detik.com, 21 Agustus 2017, First Travel telah berhasil menghimpun dana dari 74.000 calon jamaah umrah. Namun, tidak semua calon jamaah umrah bisa mereka penuhi janjinya untuk diberangkatkan. Masih ada 35.000 calon jamaah umrah yang sampai hari ini tidak jelas nasibnya. Kepolisian menduga perusahaan milik Andika Surachman dan Aniesa Hasibuan ini telah melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan dana calon jamaah umrah.
Bila mengasumsikan biaya umrah per orang dikenakan sebesar Rp 14 juta, maka First Travel telah berhasil menghimpun dana Rp 1,03 triliun melalui iming-iming umrah biaya miring itu. Dari dana tersebut, sebanyak Rp 550 miliar diduga telah diselewengkan oleh pemilik sehingga nasib keberangkatan umrah 35.000 orang tidak jelas sampai saat ini.
Banyak kalangan menduga, iming-iming paket umrah murah First Travel ini memakai skema Ponzi yang terkenal ampuh menjebak orang dalam penipuan skala besar. Ada banyak pelajaran penting yang bisa kita ambil di balik kasus First Travel ini, tak terkecuali tentang pengelolaan keuangan pribadi dan jebakan gaya hidup mewah:
1. Harga yang terlalu murah sulit dipercaya
First Travel dengan mudah memperdaya hingga ribuan orang yang terpikat dengan iming-iming paket umroh murah. Perusahaan ini memasarkan paket umroh dengan berbagai pilihan, yaitu paket promo, regular dan eksklusif. Nah, yang kebanyakan yang sangat laku dibeli orang adalah paket promo seharga Rp 14 juta. Banderol harga senilai itu, terbilang sangat murah dibandingkan paket umroh yang dijual oleh perusahaan travel lain.
Mengutip Tirto.id, biaya minimal standar umrah menurut Kementerian Agama dan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) adalah sebesar US$ 1.700 atau sekitar Rp 22 juta per orang.
Kamu layak curiga bila mendapatkan penawaran paket umrah yang jauh di bawah harga standar. Lebih-lebih bagi calon jamaah umrah melalui First Travel, diberi persyaratan untuk membayar dulu satu tahun sebelum tanggal keberangkatan. Bandingkan dengan jasa travel lain yang bisa langsung memberangkatkan dengan jeda paling lama dua pekan.
Jangan pernah langsung percaya pada penawaran harga barang atau jasa yang terlalu murah. Biasakan meriset terlebih dulu sebelum memutuskan membeli sesuatu, termasuk paket jasa travel umrah. Bertanyalah dengan detail pada para pemasar, bagaimana mereka bisa menjual dengan harga yang semurah itu. Mengapa harus ada waktu tunggu sampai satu tahun. Jangan lupa pula tanyakan, bagaimana penyelesaian hak dan kewajiban ketika terjadi kegagalan keberangkatan.
2. Kekayaan yang instan adalah sumber kehancuran
Mahatma Gandhi pernah berujar: Kekayaan tanpa kerja keras adalah dosa sosial.
Pasangan Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan tercatat sebagai pemilik First Travel. Keduanya kini telah ditahan oleh Kepolisian RI. Di awal-awal kemunculannya sebagai pengusaha travel umrah, Andika kerap berkisah tentang latar belakangnya sebagai orang susah. Andika pernah bekerja sebagai pegawai minimarket. Begitu juga Aniesa yang mengaku pernah sangat mengandalkan makan dari mi instan saking minimnya uang yang mereka miliki. Hingga akhirnya mereka mendirikan perusahaan travel umrah tahun 2011.
Keberhasilan First Travel memperdaya ribuan orang yang tertarik umrah murah, mengantarkan pasangan suami istri itu meraup dana triliunan rupiah. Dalam sekejab, gaya hidup mereka langsung berubah 180 derajat. Mereka membangun rumah seharga belasan miliar bak istana di Sentul, Bogor. Anniesa kerap memamerkan gaya hidup ala jetset di media sosial miliknya. Mereka kerap jalan-jalan ke Eropa, menenteng tas mewah, menaiki penerbangan kelas wahid, memakai pakaian bermerek, dan sebagainya. Bahkan Anniesa belakangan menekuni karir sebagai desainer hingga berhasil menggelar fashion show di New York, yang tentu saja tidak gratis.
Belakangan, setelah kasusnya meledak, publik mengetahui ternyata First Travel banyak berutang di berbagai rekanan, mulai dari rekanan agen tiket pesawat sampai rekanan pembuat koper untuk calon jamaah umrah. Bahkan dana di rekening First Travel yang dibekukan Kepolisian, konon cuma tersisa Rp 1,3 juta saja.
Sebanyak apapun uang yang berhasil kamu dapatkan, bila tidak berasal dari cara yang benar, kekayaan itu tidak akan bertahan lama. Cara instan menjadi kaya dengan menipu banyak orang hanya membawa kita pada kekayaan semu. Cepat habis tak bersisa. Penghasilan yang besar juga tidak selalu mampu mengantarkan seseorang pada kekayaan. Kaya atau tidak akan banyak pula ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam mengelola keuangan. Banyak orang yang bergaji besar tapi utangnya ternyata banyak hingga asetnya habis hanya untuk menutup utang. Sebaliknya, banyak orang bergaji pas-pasan tapi cermat mengelola keuangan hingga mampu membangun aset cukup besar.
3. Jebakan gaya hidup dari penghasilan besar
Latar belakang menjadi orang susah, lantas berhasil membesarkan usaha travel, membuat pemilik First Travel bergaya seperti orang kaya baru (OKB). Mereka sering jalan-jalan ke luar negeri, memakai pakaian mewah dan bermerek. Bahkan untuk akomodasi selama di luar negeri, mereka selalu memilih layanan kelas eksklusif. Belakangan,
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) belakangan mengungkapkan, dana yang terkait dengan First Travel, rupanya tidak hanya digunakan untuk memberangkatkan jamah umrah. Dana jamaah juga digunakan pemilik First Travel untuk membeli aset pribadi.
Pengelolaan keuangan adalah kunci dari kesejahteraan finansial. Memiliki penghasilan besar, terlebih dalam waktu singkat, sangat mudah menjebak seseorang dalam godaan gaya hidup mewah. Penghasilan yang besar seharusnya membuka peluang bagi seseorang untuk semakin menyejahterakan diri dengan cara yang langgeng (sustain). Misalnya, dengan mengoptimalkan penghasilan tersebut untuk berinvestasi atau memutar kembali dalam bisnis yang halal dan taat etika.
Sebaliknya, penghasilan besar yang hanya terhenti untuk membiayai gaya hidup, tidak akan membawa seseorang pada kesejahteraan. Yang terjadi adalah, seseorang akan terus membabi buta mencari uang, entah halal atau tidak, agar gaya hidupnya terus bisa dibiayai. Ini tentu berbahaya karena bisa menyeret seseorang bertindak kriminal.
4. Pisahkan urusan bisnis dengan pribadi
Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) telah menemukan berbagai bukti yang menguatkan dugaan penyelewengan dana calon jamaah First Travel senilai ratusan miliar untuk keperluan pribadi pemilik.
Ada indikasi, pemilik usaha travel ini tidak melakukan pemisahan antara keuangan bisnis dengan keuangan pribadi. Uang bercampur dan pemakaiannya tidak akuntabel layaknya perusahaan yang baik.
Pisahkan antara rekening bisnis dengan rekening pribadi. Buatlah rekening atas nama perusahaan, alih-alih atas nama pribadi. Hal tersebut penting agar kita bisa mengawasi keuangan bisnis kita dan meminimalisasi terjadinya sabotase atau fraud terhadap keuangan usaha oleh diri kita pribadi.
5. Bisnis tanpa etika tidak akan bertahan lama
Banyak orang percaya, menjadi pengusaha atau membangun sebuah bisnis bisa membuka peluang tak terbatas untuk mendapatkan penghasilan besar. Berbeda dengan pekerja kantoran atau pegawai yang mengandalkan gaji bulanan dalam jumlah sudah pasti dan terbatas. Seorang pengusaha bisa sangat sukses dan berhasil meraih omset besar. Usaha yang dibangun dengan etika, niscaya bisa lebih tahan lama dibandingkan usaha yang dibangun dengan menipu orang.
Kasus First Travel bisa menjadi pelajaran penting bagi seseorang yang berniat mencari peruntungan menjadi pebisnis atau pengusaha. Tanpa mengedepankan etika, sebuah bisnis hanya tinggal tunggu waktu untuk menuai masalah dan kehancuran.
Itulah 5 pelajaran finansial yang bisa kita ambil dari kasus First Travel. Selalu waspada dengan berbagai penawaran yang “too good to be true”. Bila kamu berniat menjadi pengusaha, bangunlah usaha dengan penuh martabat dan hindari aksi tipu-tipu. Apabila kamu berhasil mendapatkan keuntungan besar, jangan langsung silau dengan jebakan gaya hidup.
Sumber: HaloMoney.co.id