MASAMBA, LAGALIGOPOS.COM – Jebatan itu seperti cinta. Jembatan menghubungkan yang terputus dan mebebaskan yang terasing. Jembatan adalah bagian penting dalam kehidupan sosial. Begitu banyak hal yang telah terhubung dan terjalin karena jembatan.
Manusia tak pernah berhenti membangun jembatan. Mungkin itu pentanda bahwa manusia tak bisa hidup terisolir, terputus dan terasing.
Sudah tak terhitung lagi berapa banyak orang yang telah merasakan manfaat jembatan, manfaat yang selalu tidak disadari. Nilai kemanfaatannya baru disadari ketika jematan itu rusak atau ambruk.
Seperti itulah Jembatan di Kecamatan Sabbang Kabupaten Luwu Utara yang terancam ambruk setelah dihantam derasnya air sungai Rongkong. Seketika, kita tersadar betapa vitalnya jembatan itu. Kita bisa membayangkan betapa banyaknya kerugian jika jembatan itu ambruk.
Jembatan Sabbang merupakan jembatan terpanjang di Luwu Utara. Jembatan sepanjang 125 Meter itu dibuat 3 Juli 1987. Terletak di perbatasan kelurahan Salassa, letaknya berada di jalan poros Trans Sulawesi.
Berbicara jembatan tidak hanya berbicara fisik dan arsitekturnya. Jembatan banyak melibatkan hal-hal yang tak terduga. Didalam jembatan ada imajinasi tentang arsitektur, ada pemukiman masyarakat disekitarnya, ada air yang mengalir dibawahnya dan setiap saat terjadi aktifitas diatasnya.
“Kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi,” gubah Sutardji Calzoum Bachri dalam pusinya berjudul Jembatan. Tapi jembatan yang bisu membuka mata hati kita melihat kenyataan lingkungan yang selalu bermanfaat kepada manusia, dan jembatan memerankan fungsi itu terus-menerus.
Jembatan itu Juga menjadi pelambang modernitas. Dinegara-negara Eropa kita melihat bagaimana jembatan menjadi daya tarik wisata. Jembatan bisa menjadi Icon sebuah kota, dengan arsitektur yang indah. Jembatan London misalnya, sebuah jembatan yang menghubungkan Kota London dengan Southwark di London, Inggris, melintasi Sungai Thames.
Jembatan Sabbang memang tak seindah Jembatan London, tapi setidaknya kita bisa belajar bahwa membangun infrastruktur tak hanya uang dan beton, tapi juga pentingnya faktor estetik dan kebudayaan.
Editor: Rima Tumbo