PALOPO, LAGALIGOPOS.COM – Deklarasi tentang Human Right Defender (HRD) pembela HAM belum banyak diketahuinya oleh pemerintah, penegak hukum dan masyarakat. Hal ini mendorong Perkumpulan Wallacea, Yayasan Perlindungan Insani dan Huma bekerja sama dengan BEM IAIN Palopo menggelar dialog regional dengan teman “Tanggungjawab Negara Dan Perlindungan Terhadap Pembela HAM” di Aula Serbaguna IAIN Palopo, Sabtu (30/9/2017).
Di Indonesia, kasus yang menimpa para pembela HAM cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Laporan Komnas HAM sepanjang 2012-2015 mencatat sekitar 11 kasus yang menimpa para pembela HAM, 2016 terjadi kriminalisasi terhadap 134 petani dan pegiat pembelanya di Indonesia.
“Dengan tren yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun, kami dari pelaksana melakukan kegiatan ini” kata Basri Andang Direktur Perkumpulan Wallacea.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Yayasan Perlindungan Insani, Damairia, dalam pemaparannya menjelaskan bahwa pembela HAM seringkali mendapat pengancaman, penculikan dan penggeledahan padahal mereka melakukan pembelaan pada.
“Sudah ada undang undang No 39 Tahun 1999 soal HAM, namun kebijakan soal pembela HAM belum eksplisit, padahal pembela HAM itu rawan mendapat ancaman, penculikan,” ujarnya.
“Dalam banyak kasus pelanggaran terhadap pembela HAM, hanya pelaksananya yang bisa diketahui, sementara dalangnya tidak bisa diketahui. Kasus munir misalnya sampai hari ini belum diketahui siapa dalangnya” tambahnya.
Sementara itu Komisioner LPSK, Liliani Pintauli, sebagai yang juga hadir sebagai pembicara mengatakan LPSK sebagai lembaga perlindungan saksi dan korban memilki peran dalam melindungi saksi dan korban termasuk dalam kasus HAM.
“Kami melindungi korban dalam beragam kasus, tetapi harus ada permintaan dari saksi ataupun korban, bisa dari individu, ataupun permintaan dari institusi. meskipun memang Lembaga kami belum di ketahui masyarakat secara luas,” ungkanya.
Lebih lanjut wakil ketua LPSK ini menyampaikan bahwa LPSK selain perlindungan saksi dan korban dalam kasus hukum, LPSK juga menangani penyembuhan pisikologi, bantuan biaya medis, penyembuhan medis, akses terhadap pendidikan, bisa melalui LPSK dengan menggunakan anggaran negara,” tutupnya.
Sebagai penutup Fasilitator Hudri As’ad dari Ombudsman Selawesi Selatan, menjelaskan perlu adanya sinergitas antara penegak hukum, lembaga pembela HAM dan partisipasi masyarakat dalam menangani maslah HAM yang saat ini terjadi hampir di semua level masyarakat. Selain itu perlu dibentuk sebuah forum multipihak yang bisa melakukan kerjsama, bahkan jika perlu LPSK perlu sosialisasi dan ada di tingkat daerah.
Hadir dalam kegiatan tersebut Rektor IAIN Palopo, Dr. Abdul Pirol, M. Ag, Kapolres Palopo, AKBP Taswin, SH., MH, Sofyan Hamid Kabag Hukum Pemda Luwu Utara, Khaerul SH., MH, dan ratusan peserta dari berbagai kalangan.