BELOPA, LAGALIGOPOS.COM – Peserta yang ikut seleksi penerimaan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Sipil (PPNPNS) menemukan kejanggalan dalam proses seleksi yang mereka lalui.
Pasalnya, dari 14 orang PPNPNS Bawaslu Kabupaten Luwu yang mendaftar, harus mengalami pengurangan sebanyak 3 orang. Berdasarkan pengumuman tertanggal 31 Januari 2020 terdapat empat orang yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Keempat nama itu yakni, Sri Ayuni Ibrahim SP, Acep Crissandi S.Pd, Muh. Fidriadi S.Pd, Khairil Febri Munandar S.Kom.
Muh. Fidriadi, salah satu yang dinyatakan TMS pada proses evaluasi di Bawaslu Kabupaten Luwu sangat menyayangkan hasil pengumuman ini. Dihubungi via telepon, Yadi sapaan akrabnya, mengatakan bahwa pengumuman ini tidak berdasarkan penilaian secara objektif, yaitu Penilaian yang berdasarkan kinerja dan hasil CAT.
Yadi yang memiliki nilai CAT tertinggi kedua setelah Acep Crissandi mendapat nilai 64, menilai Kordivnya yakni ketua Bawaslu Kabupaten Luwu, Abdul Latif Idris dan Korsek Berlin Paliu memberikan penilaian berdasarkan suka dan tidak suka, bukan berdasarkan kinerja.
“Penilaian dari Kordiv dan Kasek diduga tidak profesional dan tidak mempertimbangkan kinerja staf selama ini, sehingga kami menduga penilaian yang dilakukan hanya berbasis pada pendekatan dan kekeluargaan dalam artian ada unsur nepotisme,” ujar Yadi.
Dugaan Yadi ini diperkuat dengan nama-nama yang dinyatakan lulus terdapat beberapa orang yang tidak menguasai Microsoft Office namun dinyatakan lulus.
Yadi menduga, hal ini karena orang tersebut merupakan kerabat dari Ketua Bawaslu Kabupaten Luwu.
“Ada beberapa staf yang dinyatakan lulus namun tidak menguasai Microsoft Office. Saya siap uji kemampuan yang mereka miliki dengan kami yang tidak dinyatakan lulus,” lanjut Yadi menerangkan.
Kejanggalan proses penerimaan PPNPNS di Bawaslu Kabupaten Luwu sejatinya disinyalir bukan kali ini saja. Suarman (Kerabat ketua Bawaslu Luwu) di tahun 2017, kala itu Bawaslu masih berstatus Panwas berprofesi sebagai pramusaji, di tahun 2019, diangkat menjadi staf tanpa melalui proses seleksi.
Padahal aturan yang berlaku proses penerimaan staf harus melalui proses seleksi. Selain itu, proses pengangkatan Suarman, juga menyalahi surat edaran Sekretaris Jenderal Bawaslu RI Nomor 0065/SJ/KP.01.00/1/2019 tentang rekrutmen penambahan pegawai PPNPNS Bawaslu provinsi/kota/kabupaten harus berpendidikan S1. Suarman masih berpendidikan SMA.
“Suarman ini, waktu Pilkada dia sebagai pramusaji. Namun, pada saat perekrutan PPNPNS sebanyak 8 orang yang dinyatakan lulus seleksi, tiba-tiba Suarman langsung dinaikkan menjadi staf tekhnis pelaksana tanpa melalui proses seleksi atau prosedur. Karena jika dia melalui perekrutan PPNPNS, dia tidak memenuhi syarat karena hanya berijazah SMA. Sementara di edaran, perekrutan PPNPNS minimal S1. Sehingga Suarman ini, mendapat perlakuan yang istimewa karena langsung di angkat menjadi staf tekhnis pelaksana tanpa melalui prosedur apa pun,” ujar Yadi.
Mengenai kejanggalan di atas, Abdul Latif Idris, memberikan penjelasan bahwa semuanya tidak benar. Mengenai pengumuman kelulusan di atas semua kewenangannya ada di Bawaslu RI. Adapun penilaian dari unsur pimpinan Bawaslu Luwu bersifat subjektif. Sedangkan pengangkatan Suarman di tahun 2019 sebagai staf adalah kewenangan Kepala Sekretariat (Korsek) yang pada saat itu menurutnya dijabat Anwar Amir.
Berlin Paliu Korsek Bawaslu Luwu saat ini, saat dihubungi memberikan penjelasan terkait kejanggalan di atas. Sesuai penjelasannya bahwa dalam proses penilaian, unsur pimpinan terlibat dalam penilaian seleksi PPNPNS Bawaslu Luwu.
Mengenai kejanggalan pengangkatan Pak Suarman tahun 2019 dari Pramusaji menjadi staf tekhnis, awalnya dia mengaku bahwa tidak menahu soal itu. Tetapi setelah dicecar pertanyaan akhirnya mengakui bahwa yang mengangkat dan meng-SK-an Suarman adalah dirinya.
Bahwa yang melakukan pengangkatan adalah Berlin dipertegas oleh Anwar Amir (Mantan Korsek Bawaslu Luwu) Saat dimintai keterangan. Dia mengatakan bahwa keterangan bahwa dirinya yang mengangkat Suarman adalah keterangan bohong. Pengangkatan Pak Suarman sebagai staf teknis setelah dia tidak menjabat lagi sebagai Korsek Bawaslu Luwu. Dengan demikian keterangan atau informasi yang diberikan oleh Pak Latif itu tidak benar.
Asriani Baharuddin salah satu unsur pimpinan Bawaslu Luwu Divisi SDM dan Organisasi, saat dimintai keterangan, juga memberikan penjelasan yang berbeda dengan Pak Abdul Latif Idris. Ani sapaan akrabnya, memberikan penjelasan bahwa penilaian itu harusnya objektif. Dan unsur pimpinan terlibat memberikan penilaian dengan berdasar pada 15 indikator. Adapun pengangkatan Pak Suarman dari Pramusaji menjadi staf tekhnis pelaksana itu, diangkat pada saat Korsek dijabat Pak Berlin Paliu. Dan menurutnya pengangkatan itu tidak melalui mekanisme yakni seleksi.
Sementara itu, Koordinator Divisi HPP Bawaslu Kabupaten Luwu Kaharuddin Ansar, saat dikonfirmasi menyampaikan bahwa terkait penilaian Staf PPNPNS dilakukan dengan menggunakan sistem CAT oleh Bawaslu RI, serta Penilaian dari masing-masing Kordiv untuk menilai staf divisinya serta Koordinator sekretariat menilai semua staf divisi. Nilai inilah, yang dirangkum oleh Bawaslu RI untuk selanjutnya di umumkan serentak se Indonesia.
“Ya mekanismenya begitu, CAT oleh Bawaslu RI dan Penilaian dari masing-masing Kordiv untuk stafnya, serta penilaian dari Korsek untuk seluruh staf semua divisi. Staf ini kan untuk menguatkan lembaga Bawaslu jadi tentu harus mendapatkan penilaian secara objektif”. Terangnya
Berdasarkan surat Jenderal Bawaslu Nomor 0031/Bawaslu/SJ/KP.01.00/1/2020 tentang petunjuk teknis evaluasi Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Sipil (PPNPNS) ditentukan metode penilaian yakni hasil Computer Assited Test (CAT) dengan presentasi 50%, penilaian dari Komisioner Bawaslu Luwu untuk masing-masing divisinya, serta penilaian dari Koordinator Sekretariat untuk keseluruhan staf di semua divisi melalui google form yang dikirim ke Bawaslu RI. Metode penilaian tersebut berlaku secara umum bagi seluruh Bawaslu Kabupaten/Kota se-Indonesia. (Reporter: WM/Editor : AS)