MASAMBA, LAGALIGOPOS.COM.COM – Federasi Serikat Perjuangan Buruh Indonesia (FSPBI) Luwu Utara menilai Kabupaten Luwu Utara (Lutra) belum menerapkan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Hal itu terungkap dalam rapat pertemuan antara perwakilan FSPBI dengan pihak manajemen Rumah Sakit (RS) Hikmah Masamba beserta pihak Pemkab Lutra dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lutra, membahas mekanisme pembayaran upah bagi karyawan RS Hikmah Masamba.
“Kami heran dengan semua pernyataan yang diungkapkan pihak Pemkab dan DPRD Lutra beserta Manajemen RS Hikmah Masamba yang seakan mengakui tidak paham tentang amanah UU ketenagakerjaan dan malah belum menerapkan aturan tersebut di daerah ini,” kata Ketua Eksekutif FSPBI Lutra Hasrul, sebelum meninggalkan rapat yang berakhir Deadlock, Kamis (30/4/15).
Menurutnya, FSPBI Lutra terpaksa meninggalkan rapat yang berlangsung di ruang rapat Sekda Lutra diakibatkan rapat tersebut seakan sudah diatur sebelumnya. Namun dalam rapat juga ditemukan sejumlah fakta-fakta bahwa pihak majamen RS Hikmah Masamba akui berlakukan upah pada karyawannya jauh dibawah Upah Minimun Provinsi (UMP) dan selain itu pihak DPRD tidak memahami UU Ketenagakerjaan.
Parahnya, lanjut Hasrul, Pemkab Lutra bisa dipastikan belum menerapkan UU ketenagakerjaan pada sejumlah perusahaan yang ada di Lutra seperti yang telah ditemukan di RS Hikmah Masamba. ” Kita akan tetap mengawal masalah ini hingga tuntas. Juga akan tetap memperjuangkan hak-hak buruh di Lutra hingga pihak Pemkab dan DPRD mewajibkan pada setiap pengusaha untuk memberikan upah kepada buruh sesuai UMP yang berlaku,” tegasnya.
Sementara itu, Legislator Hanura, Sudirman Salomba dan Legislator Partai Amanat Nasional (PAN) Ibrahim dalam rapat, mengakui bila mereka belum mengetahui secara pasti kejelasan status para pekerja dan status kategori RS Hikmah Masamba dalam UU nomor 13 tahun 2003.
“Terlebih dahulu kita harus memastikan status para pekerja di RS Hikmah saat ini sebelum melanjutkan pembahasan. Apakah mereka sudah bisa dikatakan sebagai buruh atau mereka berstatus tenaga sukarela seperti yang banyak ditemukan bekerja di DPRD dan di Pemkab Lutra. Kita katakan saja mereka tenaga sukarela yang artinya mereka tidak berhak menuntut upah tinggi karena mereka bekerja berdasarkan suka dan rela,” kata Ibrahim diamini Sudirman Salomba.
Sedang Direktur RS Hikmah Masamba, Andi Muhammad Nasrum mengatakan status RS Hikmah adalah perusahaan swasta yang tidak menerima subsidi dari Pemkab Lutra yang secara otomatis pekerjanya berstatus karyawan bukan tenaga sukarela. Ia menuturkan sistem pembayaran yang diberlakukan majamen RS Hikmah berdasarkan kenerja karyawan yang disebut upah pokok dan upah jasa dengan besaran bervariasi.
“Besaran nominal upah pokok sebesar Rp 400 Ribu ditambah upah jasa dengan nominal yang bervariasi. Khusus untuk karyawan sekuriti sebesar Rp 700 Ribu dan untuk Cleaning Servise Rp 1,2 Juta dan untuk tukang masak Rp 1,250 Juta,” ujarnya.
Sementara itu, Sekda Lutra, Abdul Mahfud mengatakan sistem pengupahan karyawan yang diberlakukan RS Hikmah sudah baik dengan rata-rata nominal upah diatas UMP. “Namun memang masih ada yang perlu ditambakan khususnya bagi upah sekuriti Rp 700 ribu. Ini saya tidak setuju karena sangat minim kalau bisa dicukupkan Rp 1 Juta,” kata Mahfud.
Reporter: Ai
Editor: Rival Pasau