BERITA PILIHAN

Tiba-tiba

OPINI | Tiba tiba, dua kata berulang dengan makna yang berbeda. Tiba sebagai kedatangan yang biasa. Tiba tiba adalah sehimpun kata untuk menandai kekagetan. Tiba tiba, dilahirkan dari sesuatu yang tak disangaka, tak biasa , sesuatu yang asing. Atas kejadian itu kita diberikan dua pilihan simpati sekaligus takjub , atau antipati.

Pada masa Firaun, kata tiba – tiba bisa ditemui pada capaiaan Musa dan para penyihir, ketika masing masing melempar tongkat lalu tiba tiba menjadi ular. Satunya disebut Mu’jizat dan yang kedua disebut sihir. Kejadian yang menceritakan dua kata yang berulang itu, tiba tiba. Tiba tiba tongkat para penyihir berubah menjadi ular. Lalu, Tuhan memerintah Musa, lemparkan tongkatmu, maka tiba tiba tongkat Musa menjadi ular.

Dua kejadian yang sama, mengabaikan rasionalitas. Namun, dua jenis manusia yang melakukan itu berbeda. Mu’jizat dan sihir memang menciptakan ular. Penyihir menciptakan ketakutan untuk ketundukan pada penguasa tiran. Musa menciptakan ketenangan untuk pembebasan ummat yahudi.

Abad ke-13 SM, kejadian tiba tiba itu memang terjadi di Mesir, masa raja Ramses II yang tiran, Kisah itu masih abadi hingga kini. Warta kisah itu mampu direfleksikan dalam wajah kebudayaan masa kini. Ia bisa dihadirkan menjadi cermin budaya kepemimpinan politik. Sihir bukan lagi sekedar hal klenik masa lalu, namun ia membentuk diri yang baru- Begitu juga Mu’jizat Musa.

Sihir, menghilangkan nalar, menundukkan manusia tanpa mengerti, takluk tanpa kehormatan mewakilinya capainnya. Para penyihir hadir dimasa kini dalam bentuk diri baru. Sebagaimana kisah Penyihir yang mengabdi pada Firaun. Maka kata tiba tiba juga selalu akan muncul dalam refleksi sosial.

Kepemimpinan Politik, tiba tiba mendaku merakyat untuk popular, tiba tiba mampu, intinya setiba tibanya. Mereka adalah penyihir dalam bentuk lain, jika penyihir dimasa Musa dahulu kala itu menampilkan ular yang menakutkan demi langgengnya tirani. Penyihir masa kini membentuk diri baru, mereka menenangkan, menggembirkan, melibatkan perayaan perayaan , kesenangan, ekstase. Berbeda tampilan, namun tetap sama untuk menjaga tirani bagi rakyat.

Cyberspace menjadi kampung para penyihir memasyhurkan dirinya, bersembunyi dibalik dunia citra, mereka meninggalkan komunitas nyata tempat individu, masyarakat dan interaksi social hidup. Di cyberspace mereka tiba – tiba menjadi tokoh alternative. Model kepemimpinan yang dibalik dari semestinya – dari komunitas nyata, Masyarakat. Cyberspace tempat ilmu sihir, klenik itu di sampaikan. Kampung tempat bersebunyi dari dunia nyata. Di zaman Firaun, Penyihir menjadi penjaga, Ular yang menakutkan. Begitu juga mereka.

Tiba tiba, dulunya tanda kekagetan. Kekagetan sebagai potret tradisi penilaiaan. Namun tiba – tiba dimasa kini bukan sebagai kekagetan. Namun sebagai kebiasaan. Tanpa tiba tiba mengaku merakyat, tiba tiba mampu kita tidak akan menemukan mereka sebagai orang yang merakyat, mampu. Sihir adalah dunia penipuan dimana tak ada simpati atau takjub sebagai penghargaan.

Tongkat Musa, menelan ular para penyihir. Tongkat musa adalah pelajaran, respon atas fenomena sosial. Tongkat Musa bukan sekedar penuntun Musa dan Ummat yahudi dimasanya. Tongkat musa adalah petunjuk menghilangkan tirani kekuasaan dengan penyihir yang membentuk dunia yang palsu, dunia citra menghilangkan penyakit sosial.

Tongkat Musa, bukan hanya dimasanya. Tongkat Musa adalah penanda keberpihakan, tak ada tiba tiba yang palsu. Tongkat hanya bisa diberikan dalam tradisi kepemimpin kepada yang orang yang layak. Sebagaimana Tongkat Musa menuntun musa hidup bersama masyarakat , dunia nyata. Tongkat Musa membelah lautan menyelamatkan manusia menenggelamkan para tiran.

Oleh: Hajar Alfarisy

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top