HUKUM

Beroperasi Selama 4 Tahun, PT Harpiah Tak Kantongi Izin Penggunaan Jalan

BELOPA, LAGALIGOPOS.COM – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Luwu, mengatakan pengelolaan tambang yang dilakukan PT. Harpia di Desa Kadong-Kadong, Kecamatan Bajo Barat, merugikan masyarakat dan pemerintah daerah. Pasalnya, perusahaan tersebut beroperasi selama 4 tahun tanpa mengantongi izin penggunaan jalan umum, pengololaan limbah tidak layak, dan menghilangkan sawah masyarakat dan merusak Dasar Aliran Sungai Sosu.

Sebagaimana diketahui terdapat tiga aktivitas yang dijalankan PT. Harpia selama tiga tahun, yaitu pengelolaan aspal, pabrik pemecah batu dan tambang galian  C. Selama itu, perusahaan milik H. Sahar ini tidak pernah memberi konstribusi PAD ke pemerintah Kabupaten Luwu.

Ketua Komisi III DPRD Luwu, Yani Mulake, menegaskan, aktifitas tambang, berupa pengerukan batu dan pasir di sungai, menyebabkan erosi dan pengikisan, akibatnya, beberapa petak sawah warga dan jalanan umum yang berada di tepi sungai terkikis, bahkan ada yang hilang tergerus arus sungai.

“Jika terbukti aktivitas yang dilakukan oleh oleh PT Harpiah, menyebabkan erosi dan kerusakan lingkungan, fasilitas umum, serta merusak jalannan, kami tak segan-segan akan mengeluarkan rekomendasi penutupan,” kata Yani Mulake, saat memimpin hearing di komisi III yang dihadiri managament PT Harpiah, Dinas Pertambangan dan ESDM, Badan Lingkungan Hidup, dan Dinas Perhubungan, Selasa (12/1/2015).

Terkait dugaan pencemaran lingkungan serta erosi yang ditimbulkan akibat adanya tambang galian tersebut, Kepala Desa Kadong-Kadong, Rusli, mengatakan, PT Harpiah beroperasi di Desa Kadong-Kadong sudah berjalan tiga tahun, selama melakukan aktivitas, banyak masyarakat yang mengeluh, selain menyebabkan polusi udara, juga terjadinya erosi, lahan dan pemukiman penduduk, terancam hanyut jika perusahaan tersebut tidak segera dihentikan.

“Masyarakat sudah sangat resah, jalan umum yang digunakan juga sudah banyak yang rusak, sebab, mobil yang setiap hari melintas adalah mobil besar, muatannya bisa mencapai 6 ton, sementara kapasitas jalan maksimal 3 ton,”  kata Rusli kepada Lagaligopos.

Rusli menjelaskan, pihaknya selaku pemerintah desa Kadong-Kadong, mewakili aspirasi masyarakatnya, berharap PT Harpiah yang mengelola tambang maupun pabrik di desanya, mematuhi aturan pemerintah dan tidak merusak lingkungan.

“Kami tidak melarang adanya tambang di wilayah kami, tapi tolong perhatikan juga dampak yang ditimbulkan,”

Sementara Idris Tibe, perwakilan PT Harpiah, menjelaskan, sungai di desa Kadong-Kadong, sudah diluriskan alurnya, hanya saja, saat terjadi hujan deras, terjadi luapan air, sehingga menyebabkan erosi. Sedangkan terkait adanya polusi, harus dibuktikan, sebab ada ambang batas, untuk menentukan terjadi polusi atau tidak.

“Jika dibilang terjadi polusi udara atau pencemaran lingkungan, harus diuji dulu, sebab sepengetahuan kami, ada ambang batas sehingga bisa dikatakan terjadi pencemaran udara,” kata Idris Tibe.

Hasil investigasi yang dilakukan anggota DPRD Komisi III di lokasi aktivitas PT. Harpia menemukan beberapa pelanggaran, diantaranya PT. Harpia tak memiliki izin penggunaan jalan umum sesuai UU 38 tahun 2004 dan UU 22 tahun 2009 bahkan aktivitas kendaraan roda 6 hingga roda 10 telah merusak jalan, pengelolaan limbah yang benar di karnakan limbah hasil aktivitas PT. Harpiah berada dalam wadah yang hanya sebesar 6×4 meter dan di buang ketanah dengan resapan yang di buat dari pasir, serta merusak sawah dan kebun masyarakat tanpa ada ganti rugi persoalan lahan.

“Kami lihat ada banyak pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Harpia dan meresahkan masyarakat untuk itu kami mengharapkan agar aktivitas PT. Harpia tetap berlanjut mereka harus menaati aturan” kata Baso, politisi Gerindra.

 

Reporter: AC
Editor: AS
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top