MALILI, LAGALIGOPOS.COM – Batas hutan lindung dan lahan kelola masyarakat masih menjadi masalah di Desa Nuha Kabupaten Luwu Timur, hal ini disebabkan desa Nuha masih terkurung dalam kawasan hutan lindung. Disisi lain masyarakat juga memanfaatkan wilayah mereka sebagai lahan pertanian. Hal ini disampaikan sejumlah warga dalam Sosialisasi Program Penguatan masyarakat lokal/ adat dalam perencanaan wilayah perlindungan ekosistem daerah Tangkapan Air Danau Matano yang dilaksanakan Perkumpulan Wallacea Palopo dan Burung Indonesia, Senin (01/3/16).
Seperti yang diungkapkan salah satu warga desa Nuha, Temi, yang telah memanfaatkan lahan untuk menanam kayu jati namun setelah 15 tahun kini tak dapat mengambil hasil kayu karena berada dalam kawasan hutan lindung. Temi dan sejumlah warga mengharapkan agar Perkumpulan Wallacea yang melakukan pendampingan di wilayah Nuha agar bisa memetakan sebaik-baiknya.
“Saya merasa khawatir dengan klaim kehutanan, karena kami sudah menanam di lahan kami namun tidak bisa mengambil hasilnya karena di anggap hutan lindung,” ungkap Temi.
Fadli salahsatu warga yang juga hadir menjelaskan bahwa kerusakan hutan bukan karena ulah warga Nuha. Selama ini warga hanya memanfaatkan lahan untuk pertanian dan mengambil kayu di hutan untuk kebutuhan-kebutuhan sederhana. Sementara kerusakan hutan lebih banyak disebabkan oleh sejumlah oknum yang melakukan jual beli lahan dan membawa masuk orang lain yang bukan berasal dari Nuha untuk merambah hutan.
Hampir semua lahan warga termasuk pemukiman masih berstatus kawasan hutan llindung, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat tidak ada pilihan lain selain memanfaatkan hutan. Warga berharap agar kebun mereka yang berada dalam kawasan hutan bisa di bebaskan hingga tak ada lagi persoalan yang dialami warga. Selain itu untuk mencegah perambahan yang lebih luas warga juga meminta kepada dinas kehutanan dan untuk membuat tapal batas.
Basri Andang selaku direktur Wallacea menghimbau warga agar tak khawatir tentang lahan kelola yang masih masuk dalam kawasan hutan lindung. Terkait program wallacea, Basri menjelaskan bahwa di Nuha ini tak ada ruang kosong yang tidak dimanfaatkan, maka dalam pemetaan itu akan dibagi setiap ruang sesuai pemanfaatan yang didalamnya memuat letak perkebunan, pemukiman, kuburan, hutan, dimana persiapan kampung beserta dengan luasnya. Selain peta juga ada Perdes yang akan menguatkan.
“Dalam peta bisa di bagi dalam beberapa zona seperti perlindungan dan pemanfaatan. Zona pemanfaatan bisa saja itu adalah kebun miliki warga dan dari peta itu kita bisa lihat mana milik kelola warga dan zona lindung milik kehutanan dan KPHL,” ujar Basri.
Selain itu juga terdapat beberapa peraturan yang bisa digunakan warga diantaranya UU 41 tentang Kehutanan, Permen Lingkungan Hidup 23 2015 tentang pembedaan hutan negara dan hutan hak, karena berlandaskan UU 41 itu maka tetap melalui Peraturan Daerah. Selanjutnya Permendagri 54 2015 tentang pedoman dan tata cara pengakuan masyarakat adat.
Sementara itu Pihak dinas kehutanan Luwu Timur, Djumarda menyatakan akan kembali melakukan peninjauan ulang terhadap tapal batas hutan di sejumlah tempat di Luwu Timur, hal ini terkait dengan revisi RTRW Luwu Timur tentang ruang yang di siapkan, baik hutan, perkebunan dan pemukiman. Usulan tersebut tinggal menunggu persetujuan dari pemerintah pusat.
Terkait lahan warga yang berada didalam kawasan hutan lindung Dishut akan melakukan pendataan terhadap lahan warga dengan sistem skor. Dimana skor ini terkait kelayakan lahan, seperti kemiringan dan efek yang di timbulkan dengan adanya lahan tersebut.
Seperti halnya warga, Djumarda juga memiliki kekhawatiran banyaknya penyerobot hutan dari luar desa Nuha. Aparat desa perlu melakukan pendataan terhadap penduduk yang datang untuk mengelola lahan.
“Kami akan kembali melakukan revisi RTRW untuk kabupaten Luwu Timur, agar jelas batasan antara wilayah kelola masyarakat dan hutan”.
Mandar selaku kepala KPHL Luwu Timur yang juga hadir dalam sosialisasi mengungkapkan hal yang sama, menurutnya tidak ada larangan aktivitas di dalam hutan selama tidak merusak fungsi hutan. Revisi RTRW akan diawali dengan inventarisir lahan warga yang selanjutnya akan masuk dalam perencanaan untuk dibebaskan.
“Kita bisa saja membuka akses bagi masyarakat untuk memanfaatkan hutan, kita berharap semoga revisi RTRW kali ini bisa berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapan,” kata Mandar.
Reporter: Acep Crisandy
Editor: Rima Tumbo