Palopo, Lagaligopos.com – Hasil investigasi insiden berdarah unjuk rasa menuntut pemekaran Luwu Tengah telah selesai dirilis, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai telah terjadi brutalitas dan oengerahan kekuatan berlebihan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap pengunjuk rasa.
“Di Luwu, Sulawesi Selatan, KontraS menemukan dugaan brutalitas Polisi dalam menangani aksi demonstrasi di Luwu, dengan menggunakan kekuatan berlebihan, yang menyebabkan 1 korban meninggal dunia [Chandra], akibat tembakan peluru tajam di bagian dada sebelah kiri tembus ke punggung, dan 3 orang lainnya [Wahyudi, Sabtari, Rahman] luka parah akibat terkena tembakan di bagian lutut dan tangan. Menurut keterangan korban, jarak mereka dengan polisi saat itu sekitar 50- 75 meter,” tulis Kepala Divisi Advokasi Hukum dan HAM) kontraS dalam pers rilis yang diterima Lagaligopos, Jumat (15/11/2013).
Hasil investigasi itu juga menemukan adanya tindakan-tindakan aparat kepolisian terhadap pengunjuk rasa yang sewenang-wenang dan tidak manusiawi.
“Terjadi penangkapan dan penahanan secara sewenang – wenang dan tindakan manusiawi lainnya [Tercatat 27 orang ditangkap; 18 orang diantaranya telah dipulangkan, dan 9 orang ditetapkan jadi tersangka], dan hingga tadi malam aparat kepolisian masih melakukan razia di Belopa [5 mahasiswa ditangkap], dan di Maros [15 mahasiswa diamankan]. Hal ini bertentangan dengan Pernyataan Kapolda dan Dirintel Polda Sulawesi Selatan yang menyatakan tidak ada penyisiran [baca: penangkapan] paska peristiwa. Sebelumnya, penyisiran dilakukan hingga 500 meter dari lokasi awal penembakan hingga ke daerah kelurahan Bulo. Sehingga warga dan mahasiswa memilih melarikan diri, karena khawatir dengan penyisiran dan tindakan represif kepolisian,” tulis kontraS lagi.
Diakhir pers liris tersebut, kontraS menulis 4 point rekomendasi untuk mengambil sejumlah mekanisme hukum patut dilakukan.
1. Memastikan proses pidana bagi anggota kepolisian yang terlibat dalam penyiksaan dan penganiayaan berat yang mengakibatkan meninggalnya Aslim Saman. Termasuk berbagai tindakan lainnya seperti penembakan dan penahanan secara sewenang-wenang.
2. Komnas HAM harus memeriksa dugaan pertanggung jawaban komando dalam hal ini komandan dan pengendali pasukan Polisi yang melakukan pengamanan, komandan dari polisi yang melakukan penyiksaan, dengan dugaan, seminimal-minimalnya gagal mencegah rangkaian kejahatan tersebut dilakukan.
3. Mekanisme Internal [mekanisme sidang etik] bisa dilakukan namun bersifat complementer [melengkapi saja!] bukan meniadakan mekanisme pidana.
4. Untuk menjaga independensi, Kapolri patut mencopot Kapolres Luwu dan Kapolres Baubau sesegera mungkin dan menon aktifkan semua polisi yang diduga melakukan rangkaian kejahatan dan kekerasan sebagaimana disebutkan diatas. (Fz)