LINGKUNGAN

Hutan Rusak Bertambah, Dishutbun Luwu Akan Rekonstruksi Tata Batas Hutan Lindung

Belopa, Lagaligopos.com – Seringnya terjadi pemalakan hutan lindung oleh masyarakat di wilayah pegunungan dan meluasnya batas-batas hutan yang telah dilanggar sehingga berubah menjadi kebun, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) kabupaten Luwu akan melakukan rekonstruksi tata batas hutan lindung sepanjang 300 km.

“Sampai hari ini, sangat banyak batas-batas hutan yang sengaja dilanggar, bukan karena masyarakat tidak tahu karna kami dengan pemerintahan setempat senantiasa melakukan sosialisasi, untuk itu kami akan melakukan rekonstruksi tata batas hutan lindung sepanjang 300 km,” kata Basir, Selasa (8/10/2013).

Lebih lanjut Kadis Hutbun menjelaskan berbagai kendala yang dialami Dishutbun karena terbatasnya sumberdaya dan sulitnya medan.

“Tapi hal ini butuh waktu karna personel kami harus berpindah dari satu tempat ketempat lain, dan juga medan yang harus dihadapi sangat sulit,” kata Basir.

Adapun rekonstruksi tata batas ini akan dilakukan oleh polisi kehutanan. Sebagaimana informasi yang di dapatkan dari website resmi PEMDA Luwu, bahwa hari ini, Polisi Kehutanan (Polhut) yang hanya berjumlah 75 orang dari angka itu baru 25 orang yang PNS dan 50 lainnya masih tenaga sukarela.

Terkait dengan masalah pelanggaran tapal batas, Kadis Hutbun juga mengatakan “Kami dalam menjaga batas hutan bukan hanya melakukan tindakan terhadap pihak/orang yang akan merusak hutan, tapi juga tindakan yang dianggap mengancam keberadaan hutan juga akan kami tindaki, contohnya kejadian di Desa Ranteballa, Kecamatan Latimojong, ada masayarakat yang membuka lahan dipinggir hutan lindung tapi kami larang dia untuk membakar karna bisa saja api itu akan membakar hutan lindung yang berada disekelilingnya”.

Adapun penyebab yang sering menjadikan kenapa masyarakat bisa melewati batas hutan lindung, kata Kadis, “Ada 3 kebutuhan pokok masyarakat hingga harus menembus batas itu, yaitu kebutuhan dasar masyarakat seperti kebutuhan pangan dan papan. Masyarakat butuh makanan dan kayu untuk membangun dan dengan adanya rekonstruksi batas itu kami juga akan memperketat pengawasan dengan berkordinir pada pemerintah setempat,” tegas Kadis.

Perlu diketahui pengukuran tapal batas hutan sudah pernah dilakukan di Kabupaten Luwu pada tahun 2007, namun tapal batas tidak berarti apa-apa, tapal batas itu tidak menahan meluasnya laju hutan kritis akibat pola berkebun yang berpindah-pindah. (AC)

 

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top