MALILI, LAGALIGOPOS.COM – Di masyarakat kita, petani adalah profesi tradisional yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Bahkan hingga abad digital sekarang ini profesi dominan adalah petani.
Kondisi saat ini telah berubah. “Setiap hari, lima keluarga petani meninggalkan profesinya untuk mencari profesi lain,” kata Staf Kepresidenan, Noer Fauzi Rachman dalam bukunya Panggilan Tanah Air. Ada anggapan bahwa keluarga petani tidak mau keturunan mereka melanjutkan profesi itu lagi. Bertani dinilai kurang bergengsi dan tidak menjanjikan kesejahteraan.
Berbeda dengan itu, hal sebaliknya terjadi di Luwu Timur. Minat keluarga petani yang dulunya ingin keturunan mereka bekerja di sektor industri (PT Vale) perlahan-lahan berubah. Generasi muda Luwu Timur melihat bertani mampu mendatangkan pendapatan yang melimpah.
Mungkin karena telah banyak contoh disekitar mereka. Sejak budidaya tanaman merica (lada) berkembang pesat, cara berpikir pun berubah. Manusia memang mudah berubah dengan contoh.
Di Luwu Timur sekarang, Mayoritas petani daerah ini naik mobil pickup mewah ke kebun: Toyota All New Hilux, dobel kabin, seharga Rp 430-an juta. Kendaraan mewah itu dipakai untuk mengangkut merica.
Bahkan secara khusus perusahaan mobil asal jepang itu mendirikan tempat service kendaraan warga setempat. Ini karena setiap hari ratusan Hilux lalu lalang melereng di Gunung Masokkoran dan Batu Putih Bantilang.
Titik konsentrasi merica terbanyak di Luwu timur berada di sejumlah desa, diantaranya: desa lumbung merica Luwu Timur yakni, Bantilang, Masiku, Tokalimbo, Ranteangin, dan Loeha.
Hampir setiap Kepala Keluarga petani merica didesa tersebut memiliki kebun merica. Tiap Kepala Keluarga mempunyai tenaga kerja 30 sampai 40 orang. Rata-rata tenaga kerja digaji 70.000 per hari.
Reporter: Ryan
Editor: Rima Tumbo