MASAMBA, LAGALIGOPOS – Sejumlah pasal pada Undang-undang nomor 6 tahun 2014 atau yang lebih dikenal sebagai UU Desa, dianggap “mengancam” kehidupan sosial serta lingkungan pedesaan.
Hal itu dikatakan Aktifis NGO Bina Desa Muh. Khadafi Badjerei dihadapan seratusan petani se-Sulawesi Selatan dan kader Pendamping Hukum Rakyat (PHR) di Kampung Likudengen Desa Uraso Luwu Utara, Jumat (27/3/15).
Pada Peraturan Pemerintah No. 43 umpamanya, menurut Khadafi, penjelasan tentang hutan desa dihilangkan. “Padahal seharusnya PP itu adalah penjabaran UU”. Hal yang sama juga terjadi pada aturan tentang pasar desa, tempat pelelangan ikan, serta sejumlah hal lain.
“Di undang-undang tersebut, pada awal-awal pemerintah desa diberikan kewenangan penuh. Namun pada pasal 74, dikatakan bahwa dalam menyusun program, pemerintah desa harus menyesuaikan dengan program yang ada di kabupaten. Ini jelas kontradiktif,” ungkap Khadafi lebih lanjut.
Sebagai contoh, papar Khadafi, di Bima masyarakat yang diwakili pemerintah desa menolak rencana tambang emas oleh beberapa perusahaan asing. Namun dengan adanya UU Desa ini, rencana perusahaan tersebut dapat berlanjut dengan mulus karena direstui pemerintah kabupaten setempat. “Dan tentu pemerintah desa harus mengikuti program atau aturan dari pemerintah Kabupaten, karena itu diatur di UU desa”.
Namun Khadafi menggaris bawahi, jika masyarakat desa paham secara kritis Undang-undang tersebut, maka akan menjadi kekuatan. “UU ini bisa menjadi ancaman dan sebaliknya, bisa pula menjadi peluang,” tandasnya.
Reporter: Fikar Editor: Fikar
