OPINI | LAGALIGOPOS.COM – Salawati Daud merupakan perempuan Indonesia pertama yang menempati posisi Walikota. Ia menjadi Walikota di Makassar, Sulawesi Selatan, tahun 1949. Tak hanya itu, ia juga tercatat sebagai Walikota Makassar yang pertama di bawah pemerintahan Republik Indonesia.
Maklum, pasca Proklamasi 17 Agustus 1945, Makassar langsung dicaplok Sekutu/NICA. Sejumlah pemimpin Republik, termasuk Gubernur Sulawesi zaman itu, Sam Ratulangi, ditangkap oleh Belanda. Gagal-lah upaya membentuk pemerintahan RI di Makassar. Republik Indonesia baru berhasil membentuk pemerintahan sendiri di Makassar tahun 1949.
Pada tahun 1945, Salawati menerbitkan majalah Wanita di Makassar. Majalah tersebut terbit dua kali sebulan. Jumlah oplah-nya berjumlah ribuan tiap terbit. Selain majalah Wanita, ia juga memimpin majalah Bersatu, yang oplahnya mencapai 2000-an.
Usai Proklamasi 17 Agustus 1945, Makassar langsung diduduki Sekutu yang diboncengi NICA. Sam Ratulangi, tokoh yang ditunjuk Bung Karno sebagai Gubernur Sulawesi, ditangkap. Banyak tokoh pemuda yang memprotes penangkapan ini.
Rakyat Sulawesi Selatan marah. Sejak September 1945, bentrokan antara rakyat dan pelajar melawan NICA sudah terjadi. Salah satunya adalah aksi pelajar perguruan islam Datu Museng, yang mengibarkan Merah-Putih di sekolahnya.
Saat itu pemuda dan pelajar membentuk Pusat Pemuda National Indonesia (PPNI). Organisasi ini diketuai oleh Manai Sophiaan. Tak lama kemudian, Manai Sophiaan ditangkap oleh NICA. Ia disekap di markas NICA di Empress Hotel. Kejadian inilah yang memicu kemarahan pelajar Makassar. 29 Oktober 1945, pelajar menyerbu Empress Hotel dan mengibarkan Merah Putih di sana.
Salawati Daud sudah aktif dalam gerakan itu. Ia bersama kawan-kawannya di Partai Kedaulatan Rakyat mendirikan “Tim Penerangan” untuk mengkampanyekan penolakan terhadap kehadiran kolonialis Belanda di Sulawesi. Dalam gerakan ini, Salawati berkeliling Sulsel untuk memassalkan gerakan ini.
Tetapi Salawati tak hanya berkampanye, ia juga turut memanggul senjata melawan tentara NICA. Sejumlah sumber menyebutkan, Ia bersama Emmy Saelan bertempur melawan Belanda. Salah satu pertempuran yang terkenal penyerbuan tangsi polisi di Masamba. Aksi penyerbuan ini dipimpin oleh Salawati Daud. Tak heran, ia sangat disegani oleh semua pejuang Republik di Sulawesi.
Mungkin karena pertimbangan itulah, ia ditunjuk sebagai Wali kota pertama di Makassar. Karena pengaruh politiknya pula, ia dipercaya mengatasi sejumlah kekacauan di Sulawesi selatan. Salah satunya adalah pemberontakan Kahar Muzakkar.
Beberapa literatur menyebutkan, Salawati Daud-lah yang membawa pengaruh kiri ke Kahar Muzakkar. Tak heran, ketika Kahar mau memberontak terhadap Republik, Salawati berjuang mati-matian untuk membujuknya agar tetap di pangkuan Republik. Sayang, usaha itu menemui kegagalan.
Tahun 1950, Salawati Daud turut terlibat dalam pembentukan organisasi perempuan nasional bernama Gerakan Wanita Sedar (Gerwis). Ia menjadi salah pengurus di Gerwis ini. Kelak, Gerwis inilah yang berubah menjadi Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).
Tahun 1950-an, Salawati Daud makin dikenal sebagai tokoh kiri. Bahkan, ia disebut-sebut sebagai salah satu pembawa pemikiran kiri di Sulawesi Selatan. Pada pemilu 1955, ia masuk daftar calon DPR dari Partai Komunis Indonesia Partai Komunis Indonesia (PKI). Memang, seperti dicatat Saskia E Wieringa dalam penghancuran Gerakan Perempuan: politik Seksual Di Indonesia Pasca Kejatuhan PKI, ada 6 anggota Gerwani yang masuk list daftar calon DPR PKI, yakni Suharti Suwarto, Ny Mudigdio, Salawati Daud, Suwardiningsih, Maemunah, dan Umi Sardjono.
Konon, karena pengaruh politik Salawati Daud, PKI mendapat suara besar di Tana Toraja. Itu terjadi pada pemilu 1955. itu pula yang mengantarkan Salawati Daud menjadi anggota DPR tahun 1955. Sejak itu, ia bermukim di Jakarta. Selain aktif sebagai anggota DPR, ia juga menjadi pengurus DPP Gerwani. Ia menempati posisi sebagai Wakil Ketua. Di DPR, Salawati aktif memperjuangkan hak-hak perempuan.
Dan, tahun 1965 meletus peristiwa G.30/S. PKI dan ormas-ormasnya segera dituding mendalangi peristiwa tersebut. Saat itu, usai bersidang di Parlemen, Salawati Daud bersama empat kawannya, yakni Umi Sardjono, Ny.Mudigdo, Siti Aminah, dan Dahliar, ditangkap oleh tentara. Ia kemudian digelandang ke markas Kostrad, diintergorasi berhari-hari di sana, lalu kemudian dijebloskan ke penjara Bukit Duri dan dikirim ke Kamp Plantungan. Di dalam penjara pun ia tak menyerah. Ia aktif membela nasib sesama tahanan yang diperlakukan tidak sewenang-wenang.
Salawati Daud adalah salah satu dari banyak pemimpin Gerwani yang dipenjara setelah 1965 pengambilalihan militer. Pada tanggal 1 Oktober 1965, setelah markas Gerwani telah menerima informasi yang membingungkan tentang peristiwa di Lubang Buaya, Salawati Daud bersepeda ke parlemen untuk menanyakan apa yang sedang terjadi. Dia dihentikan oleh tentara dalam perjalanan dan dibawah ke markas Kostrad.
Di penjara Bukit Duri, Salawati Daud memainkan peran penting dalam intervensi terhadap penganiayaan narapidana lain. Dia punya mandat nasionalis yang kuat untuk perannya dalam perjuangan kemerdekaan, dan para penjaga mengalami kesulitan menghadapinya. Tindakan Salawati Daud untuk kesejahteraan para tahanan sangat dihargai oleh narapidana lain.
Sumber: Wikipedia.org