BELOPA, LAGALIGOPOS.COM – Rumah yang sederhana seluas 6×4 meter itu terletak di kaki gunung Buntu Lebani kampung Terra masih wilayah Desa Sampa Kecamatan Bajo. Tampak dari luar rumah itu sudah lama tak pernah di perbaiki dan tanpa jendela sama sekali, kecuali sebuah lubang di bagian depan selebar telapak tangan orang dewasa dan sepanjang siku yang di tutupi kain kotor.
Dindingnya sudah lapuk menghitam dan berlubang. Bukan hanya papan yang menjadi dinding rumah tapi juga gaba-gaba yang umurnya sudah tua. Atap rumah itu terbuat dari daun sagu juga sudah menghitam. Jika kita masuk kedalam tampak sebuah meja kayu, sebuah kursi plastik, dan sebuah ranjang yang dipenuhi karton bekas. Disamping ranjang itu terdapat sekarung padi dan sekarton sabut kelapa. Selain itu, sebuah kamar tidur remang tanpa jendela hanya berdinding rotan dan kain yang di gantung.
Ibu Salma adalah penghuni rumah itu, rambutnya putih dan pakaiannya lusuh, umurnya sekitar 50 tahun atau lebih. Wanita ini ketika di temui Lagaligopos dirumahnya tampak akrab berbicara dan tak ada sedikitpun raut kesedihan yang di wajahnya dan nada bicaranya. Tampak sekali bahwa dia sudah terbiasa dengan kemiskinan.
Di rumah yang sederhana itu Salma tinggal seorang diri. Secara fisik Salma masih bisa bekerja seperti biasa namun pendengarannya sudah agak terganggu, mata kirinya sudah tak bisa melihat karena katarak sementara menurutnya mata kanannya sudah kurang jelas melihat.
Saat bicarapun Ibu ini tak fasih berbicara dalam bahasa Indonesia, ia hanya bisa berbahasa daerah. “mesa-mesa na torro inde’ jolo na sola na tau matuangku deng sammuaneku mesa. Yato tau matuangku matemo yato sammuaneku kibene mi na manjo lako kampong na benena jo Salu bone”
Jika diterjemahkan artinya seperti ini “Saya tinggal sendiri di rumah ini, dulu saya bersama orang tua dan seorang saudara laki-laki, orang tua saya sudah meninggal dan saudara saya sudah menikah dan pergi bersama istrinya ke Salubone”.
Ibu Salma tak pernah menikah, dia hidup dari sepetak sawah yang tak begitu luas jika panen sawah itu hanya menghasilkan tiga karung padi, itupun harus di bagi dengan yang mengerjakan sawah. Tanah seluas kira-kira 10×9 meter tempat rumahnya berdiri hanya di tumbuhi tanaman yang sudah tidak bisa memberikan hasil. Kondisi tanah itupun tak bisa di harapkan karena tandus berbatu.
Pernah rumah itu nyaris roboh, Salma hanya pasrah karena tak bisa memperbaiki dan tak punya uang untuk membeli bahan, namun akhirnya ada beberapa orang keluarganya dari Salubone yang datang menolongnya.
Menurut pengakuan Salma, untuk makan dia selalu mendapatkan beras dari kemanakannya yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Rumahnya tak memiliki sumber air hingga untuk minum dan mencuci Salma harus meminta pada tetangga. “Kadang kemanakan saya datang membawa beras, sekalipun tak pernah cukup, karena kemanakan saya hidupnya juga susah, kalau mau minum air dan mencuci saya selalu meminta sama tetangga, kalau untuk makan biasa saya berkeliling mencari tanaman paku liar yang tumbuh di dekat pohon sagu”.
Ketika di tanya mengapa tak tinggal bersama keluarganya, Salma mengatakan dia tak mau menyusahkan orang lain. Tanah kecil dan rumah tuanya adalah satu-satnya peninggalan orang tuanya, ia tidak mau meninggalkan rumah itu.
Dulu, keluarga Salma memiliki beberapa bidang tanah namun habis di jual untuk mengobati orang tuanya yang sakit. Salma juga mengaku sangat ingin mengoperasi matanya yang sudah tak melihat karena katarak, tapi apa daya, biaya tak ada. “Saya tak mau susahkan keluarga saya, rumah dan tanah ini adalah peninggalan orang tua saya, bagaimanapun kondisinya saya tidak mau tinggalkan,” katanya sambil tersenyum.
Dulu Kepala Desa Sampa pernah memberikan bantuan Raskin, namun kini tidak pernah lagi. Beberapa orang yang mengaku dari pemerintah pernah datang mencatat namanya untuk di beri bantuan, namun setelah menunggu sekian tahun, bantuan itu tak kunjung tiba.
Ditengah banyaknya program bantuan sosial dari pemerintah berupa bedah rumah dan bantuan warga miskin melalui program Pendamping Keluarga Harapan (PKH) yang bertujuan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan Ibu Salma tak pernah sekalipun menerima bantuan.
Reporter: Acep Crissandi
Editor: Rival Pasau
