MAKASSAR, LAGALIGOPOS.COM – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar akhirnya memvonis dua terdakwa kasus Korupsi Dana Insentif Daerah (DID) Luwu Utara pekan lalu. Dua terdakwa masing-masing Andi Sarimin divonis 1, 6 tahun sementara H Agung yakni 2 tahun 1 bulan denda Rp 50 Juta subsider dua bulan kurungan.
Vonis Majelis Hakim Tipikor ini lebih ringan jika dibandingkan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Masamba, dimana sebelumnya H Agung dituntut 2,5 tahun lebih ringan 4 bulan. Demikian pula Andi Sarimin lebih 1 tahun dari tuntutan JPU 2,5 tahun.
Dengan vonisnya dua terdakwa Kasus DID, apakah mega korupsi Luwu Utara ini juga berhenti sampai disitu?
Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (Komar) mengatakan semestinya dengan vonisnya dua terdakwa kasus DID, kasus ini tidak berhenti sampai disitu, sebab kedua terdakwa ini hanya bawahan dan masih ada atasannya yang mestinya juga dimintai pertanggug jawaban. Karena dalam kesaksian kedua terdakwa sangat jelas dan terang menyebut nama pimpinan yang mengatur proyek yang merugikan Negara Milyaran Rupiah ini.
“Jika mencermati jalannya Sidang, mestinya kasus DID tidak berhenti sampai disini, bahkan mestinya ada tersangka baru,” tandas Koordinator Komar Nirwan Jusuf.
Selain itu, ungkap Nirwan, kerugian negara Rp 3,7 Milyar juga belum dikembalikan. “Jadi, penyidik dan Penuntut Umum, harus menindaklanjuti amar putusan Majelis Hakim di kasus korupsi ini dimana salah satu amar putusan adalah, terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi,” Ujarnya.
Ia juga meminta JPU dan Majelis Hakim menelusuri aliran dana dan mencari siapa yang menikmati kerugian negaranya serta siapa yang harus bertanggung jawab atas terjadinya kerugian negara di kasus ini
Penyidik dan Penuntut Umum, harus menindaklanjuti Fakta Persidangan dimana sangat jelas nama disebut oleh saksi yang dihadirkan di persidangan oleh JPU, termasuk saksi Ahli dari BPKP, dimana ada bukti surat keterlibatan pimpinannya. “Sudah cukup dua alat bukti dan petunjuk lainnya. Mestinya ada tersangka baru dalan kasus DID,” tutupnya.
Sementara itu, pihak keluar H Agung mengaku ikhlas menerima putusan hukum itu. Namun H Sakaruddin, saudara H Agung berharap hukum tidak berlaku tebang pilih.
“Negara tak boleh kalah dalam kasus DID Lutra agar siapapun dia, apapun jabatanya hendaknya dapat diproses seadil-adilnya sesuai peran dan apa yang didapatkan dari proyek ini,” ujar Sakaruddin.
Sakaruddin juga yakin saudaranya tidak mungkin mengatur proyek itu sendirian. “Tidak mungkin hanya seorang H Agung menentukan kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut dan menentukan berapa besar fee-nya. Namun, cepat atau lambat semua penikmat proyek DID Lutra akan mempertanggung jawabkan di depan hukum,” ungkapnya.