OPINI

Kejahatan Sempurna: Pemerkosaan Realitas Luwu Tengah

Lagaligopos.com – Saat kejahatan telah kawin (hibrid) dengan kekuasaan, saat itulah sebuah kejahatan menjadi sempurna (criminalis perfektus). Ia menjadi sempurna karena bersembunyi dibalik kekuasaan. Kejahatan yang mampu bersembunyi akan lebih leluasa bergerak dibalik perlindungan politik, ekonomi dan kekuasaan.

Kejahatan yang berlindung dibalik kekuasaan negara (state power), itu akan membuat kuduanya menjadi kabur dan melebur. Nyaris tidak ada lagi batas antara penguasa dan penjahat, karena kejahatan itu dilakukan oleh penguasa itu sendiri, tidak ada lagi batas antara hakim dan pencuri, karena pencurian itu dilakukan oleh aparat hukum itu sendiri, tidak ada lagi batas antara teroris dan negara, karena yang melakukan teror itu adalah negara itu sendiri.

Dengan dalil penertiban dan pengamanan, Aparat dengan kekuatan bersenjata lengkap dapat dengan mulus mengilas rakyat, dan tindakan itu masih kita angap benar karena sudah menjadi bagian struktural dalam pelanggengan kekuasan.

Politisi merenggut hak milik rakyat sambil bersembunyi dibalik nama rakyat, Aparat menembaki rakyat sambil berlindung dibalik slogan “Penertiban”. Kejahatan telah menemukan cara-caranya yang paling sempurna.

Pengantar diatas sangat tepat mengambarkan kondisi unjuk rasa di Walenrang-Lamasi (Walmas) dua hari lalu. Masyarakat yang melakukan unjuk rasa menuntuk hak mereka di lihat sebagai “perusuh” dan karena itu mereka harus di “tertipkan”. Seolah-olah rakyat ditempatkan sebagai “penjahat”, dan struktur politik yang menggerakkan Aparat untuk menembaki mereka dianggap sebagai “Penertip”.

Realitas inspirasi publik telah dikriminalisasi sedemikian rupa dalam relasi oposisi biner (binary opposition), sehingga terciptalah image bahwa penembakan dan pembunuhan terhadap rakyat adalah upaya “penertiban”. 

Struktur politik yang menggerakkan Aparat Masyarakat yang menyuarakan inspirasi

Pembalas

Penyerang

Human

Inhuman

Penertip/Pelindung

Pengacau Keamanan

Malaikat

Setan

Baik

Jahat

Beradab

Biadab

Noam Chomsky melihat, ada upaya-upaya Kekuasaan yang selalu melakukan klasifikasi sepihak untuk mendefinisikan gerakan massa rakyat sebagai pihak yang bersalah seperti tabel diatas. Sementara Jean Baudrillad menyebut Kekuasaan mampu menjadi mesin pemerkosa Informasi (information rape), dan seketika fakta-fakta akan terlihat tampak seperti kehendak kekuasaan. Dalam sekejap telah tercipta efek persepsi, psikologis, dan simbolik (symbolic effect) yang menjadi konsumsi public.

Lalu dimana fakta-fakta yang sebenarnya kini berada? Korban jiwa, Korban Tertembak, Penangkapan, Penyisiran, Traumatik Publik dan yang paling penting adalah inspirasi mereka. Apakah karena itu semua ditutupi kita anggap itu tidak ada?

 

Post-Kriminalitas

Louis Althusser di dalam bukunya Essays on Ideology memetakan dua jenis aparar (apparatus) yang menopang sebuah kekuasaan Negara. Pertama adalah Reppresive State Apparatus (RSA) yang didalamnya meliputi Angkatan bersenjata, polisi, pengadilan, penjara, dan masih banyak laigi yang fungsinya bekerja melalui mekanisme penekanan (repression) dan kekerasan (violence). Yang kedua adalah Ideology State Apparatus (ISA) yang didalamnya mencakup, organisasi politik, politisi pesolek, organisasi pendidikan, intelektual bayaran, serikat pengusaha, media massa dan lain sebagainya.

Yang pertama bisa di ibaratkan sebagai perangkat keras (hardware) dari sebuah kekuasaan Negara, dan yang kedua bisa diibaratkan sebagai perangkat lunak (software) yang tetap dengan tujuan yang sama, keduanya menopang kekuasaan Negara. Karena sebuah kekuasan memiliki kedua alat itu, maka justru disitulah peluang besar sebuah kekuasaan melakukan kejahatan yang sempurna, sebuah pola kejahatan yang dengan jeli membunuh realitas, menikam kebenaran dan menusuk keadilan.

Kedua hal diatas adalah unsur-unsur yang memproduksi dan mereproduksi kekacauan (chaos), rasa tidak aman (insecurity), dan penekanan (repression). Fakta-fakta yang sebenarnya direkayasa sedemikian rupa menjadi seperi film, sebagaimana yang dikatakan Virilio didalam bukunya War of Cinema, sehingga begitu aman kejahatan disembunyikan, begitu apik jejak-jejak dihilangkan, dan begitu cerdik bukti-bukti di tutupi.

Melalui kedua hal diatas, kejahatan dengan mudah dikemas dalam kosmetik “kemanusia”, alasan “penertiban”, dan dalil “kemanan”, sehingga kejahatan telah diubah menjadi hanya sekedar “informasi”. Korban jiwa, Korban Tertembak, Penangkapan, Pemukulan, Penyisiran, Traumatik Publik dan yang paling penting adalah inspirasi mereka perlahan-lahan membeku menjadi barisan huruf-huruf dingin tak bermakna.

 

Oleh: Rival Pasau, Ketua Umum PP PEMILAR

2 Comments

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top