OPINI | Pengetahuan ilmiah sebagai kumpulan fakta sudah diceramahkan lewat persekolahan, tetapi pengetahuan ilmiah tidak bermakna sebagai kata benda semata.
Saat belajar pengetahuan ilmiah, sesungguhnya yang utama berlatih menerapkan keterampilan ilmiah, lalu membiasakannya, merasuk ke dalam diri, sampai akhirnya menjadi perangai.
Perangai ini sebenarnya yang semakin dibutuhkan pada era sekarang. Jika “Tabel Periodik” di pelajaran Kimia atau “Hukum Penawaran-Permintaan” di pelajaran Ekonomi mungkin saja sudah terlupakan, tetapi perangai yang pernah bersemai saat belajar pengetahuan ilmiah perlu tetap tumbuh dan subur di diri tiap manusia, walau sudah lama meninggalkan pendidikan formal.
Perangai ilmiah
Perangai hasil pengalaman belajar pengetahuan ilmiah itu oleh bapak bangsa India, Jawaharlal Nehru, diistilahkan sebagai scientific temper atau perangai ilmiah. Perdana Menteri India pertama ini, yang oleh anak-anak India dipanggil Paman Nehru, menjabarkan perangai ilmiah sebagai perangai bertualang guna menggali kebenaran dan pengetahuan baru.
Lebih lanjut, perangai ilmiah melibatkan sikap keterbukaan seseorang untuk berani mengubah pendapat lamanya berdasar bukti baru, menolak menerima gagasan tanpa pembuktian, berpijak pada fakta yang dapat teramati, dan memiliki kedisiplinan menggunakan akal (Nehru, 1946).
Namun, tidak sebatas di dunia sains semata, PM Nehru justru berpendapat bahwa perangai ilmiah diperlukan manusia dalam kehidupan guna menyelesaikan permasalahan sehari-hari yang dihadapinya. Bahkan, tiap warga negara memerlukan perangai ilmiah guna berbangsa.
Maka, bukan kebetulan jika di dalam konstitusi Republik India dirumuskan tugas utama warga dalam berperangai ilmiah. Terjemahan Ayat 51A butir (h) itu: “Setiap warga negara India memiliki (salah satu) tugas utama untuk mengembangkan perangai ilmiah, kemanusiaan, dan semangat mencari-tahu serta memperbaiki diri.”
Ini warisan besar Pandit Jawaharlal Nehru yang hari lahirnya, 14 November, ditetapkan sebagai Hari Anak India karena beliau juga sangat mencintai anak-anak. Namun, sama seperti sahabatnya di Indonesia, yakni Presiden Soekarno, PM Nehru juga bapak bangsa yang memiliki banyak dimensi.
Ada pendapat negatif bahwa perangai ilmiah itu baru bagus di tataran konstitusi tertulis semata. Akan tetapi, tak kurang banyak pendapat positif juga. Kenyataannya, pada pelajar India, dari pendidikan dasar sampai tinggi, perangai ini dapat diamati dan dirasakan.
Bagi yang pernah merasakan studi bersama pelajar dari India, umumnya akan mengakui bahwa perangai ilmiah ini memang melekat.
Salah satu wujud perangai ilmiah ini ialah kecakapan pelajar India dalam bertanya sekaligus berdebat di ruang kelas sampai tempat kerja.
Ini diutarakan juga oleh penerima Hadiah Nobel, Prof Amartya Sen. Beliau berpendapat bahwa gambaran masyarakat India yang terkenal argumentative atau gemar berdebat merupakan perwujudan budaya India sendiri dan perangai ilmiah yang dirumuskan eksplisit dalam konstitusi.
Terlebih, beliau melanjutkan, perangai ilmiah sudah menjadi budaya masyarakat India sejak lama, jauh sebelum menjadi republik. Ini dapat disimak dari kisah klasik Mahabharata yang penuh rentetan perdebatan.
Oleh karena itu, perangai ilmiah itu sesuatu yang alami bagi masyarakat India. Perangai ini bukan dicomot dari budaya Barat.
Keberhasilan
Pada awal masa kemerdekaan, saat anggaran sangat terbatas dan kemiskinan merajalela, PM Nehru dengan mantap menegaskan untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah. Nehru meyakini bahwa melalui pengetahuan ilmiah, Republik India akan berjaya di masa depan.
PM Nehru memelopori pendirian lembaga strategis, seperti Indian Institute of Technology (IIT), Indian Institute of Management (IIM), dan All India Institute of Medical Sciences (AIIMS).
PM Nehru juga mengajak pebisnis seperti Tata dan Birla untuk sungguh-sungguh terlibat memajukan sains dan teknologi, bukan sekadar pencitraan “balas budi” atau CSR. Hari ini, rakyat India memanen buah hasil pemikiran visioner Jawaharlal Nehru itu.
Tahun lalu, badan penelitian angkasa India, ISRO, berhasil mengirimkan wahana guna meneliti iklim Planet Mars. Dunia berdecak kagum, bukan saja karena India negara Asia pertama yang berhasil melakukan penelitian di Planet Mars, tetapi misi ini langsung berhasil pada percobaan pertama dan biayanya hanya sekitar sepersepuluh biaya misi serupa yang dilakukan NASA.
Juga berkat inovasi hemat cerdasnya, memungkinkan energi yang dibutuhkan sangat kecil. Ini sebuah ilustrasi implikasi keberhasilan pengembangan perangai ilmiah di masyarakat India (de Souza, 2014).
Namun, saat perayaan keberhasilan misi ke Planet Merah itu, sayangnya, nyaris tak disinggung peran besar Guru Nehru.
Bukti lain keberhasilan pengembangan perangai ilmiah dapat dilihat pada peningkatan peluang hidup rakyat India.
Pada tahun 1960-an, peluang hidup rakyat India hanya sebesar 32, tetapi hari ini menjadi 67. Padahal, peningkatan ini terjadi tanpa peningkatan pendapatan per kapita yang relatif sebesar itu.
Menurut Brahmachari, peningkatan peluang hidup ini hanya mungkin terwujud karena capaian teknologi pembuatan obat yang baik, generik, dan terjangkau masyarakat luas. Tentu ini semua hasil kemajuan pengetahuan ilmiah dan dampak kesuburan perangai ilmiah (Brahmachari, 2012).
Paman Nehru telah menorehkan warisan perangai ilmiah ini dalam sanubari anak dan dunia pengetahuan ilmiah India. Tantangan yang dihadapi PM Nehru dalam merekacipta republik saat itu sangat berat, bukan saja karena minimnya dana, masyarakatnya saat itu masih disandera superstitious atau ketakhayulan.
Pada satu sisi, Nehru ingin masyarakat India berpikir mengkritik mitos, tetapi pada sisi lainnya Nehru ingin masyarakat mengembangkan kebijaksanaan dengan mendalami mitologi India klasik dan karya Sansekerta. Dalam hal ini, sejarah yang akan menilai sukses tidaknya.
Yang pasti, Pandit Nehru merupakan salah satu guru agung bagi sains, budaya, sekaligus kebernegaraan India. Pada abad ke-21 ini, di saat masalah kemiskinan dan penyediaan pendidikan dasar bermutu masih menggelayuti India, perangai ilmiah Nehruvian sekali lagi ditantang menunjukkan keampuhannya guna mendorong anak bangsa melahirkan inovasi khas India yang hemat cerdas. Dengan begitu impian dari negara demokrasi terbesar ini menjadi pusat pembangkit inovasi dunia dapat terwujud.
Oleh: Iwan Pranoto; Guru Besar Matematika ITB | Koran Kompas Edisi 15/5/2015