OPINI

Surplus Politikus, Defisit Negarawan

OPINI | “Yang menarik dari politik karena kemudahan tidak datang begitu saja. Kemudahan diperoleh karena kita sudah melewati proses”
(Bukan Dilan)

Tahun ini adalah tahun politik, dan kita telah menyaksikan bagaimana huru-hara politik telah dimulai. Situasinya tentu saja belum se-ideal yang kita harapkan, situasinya tidaklah jauh beda dengan tahun-tahun sebelumnya, politik masih menjadi sesuatu yang sangat mahal, sukar dimasuki oleh orang-orang yang tak memiliki modal besar.

Biaya politik semakin tinggi, untuk kalah saja butuh biaya besar, apalagi untuk menang. Ruang bagi orang-orang yang tidak memiliki kekuatan kapital, untuk masuk ke dalam dunia politik semakin sempit.

Meski pun ia memiliki kapasitas yang mumpuni dalam hal kepemimpinan, namun  dengan melihat tradisi politik kita saat ini, kualitas belum menjadi hal utama, melainkan modal lah yang utama.

Hal tersebut diatas terjadi karena proses demokrasi di negara ini datang bersamaan dengan proses globalisasi neoliberal atau globalisasi kapital. Dimana Intensitas liberalisasi begitu cepat masuk ke dalam bidang politik sehingga menghasilkan proses pragmatisme. Kembar siam antara demokrasi dan kapital pun menjadi tak terhindarkan.

Namun demikian, dengan tidak bermaksud menutup mata atau bermaksud mengabaikan persoalan yang ada, kita harus tetap optimis, dan tidak boleh menaruh pesimis dengan telaah teoritis atas politik, bahwa parpol sebagai institusi fundamental bagi tegaknya demokrasi masih mengalami proses delegitimasi, dan masih memunculkan politik yang menonjolkan ketokohan individu, itu benar.

Bahwa fenomena mengenai “mahar” politik terus terjadi, itu juga benar. Namun keadaan itu kiranya dijadikan cambuk bersama untuk terus berupaya mentahtakan politik yang benar-benar berkiblat pada “Bonum Commune”.

Partai politik harus didorong untuk terus melakukan penguatan. Dan proses delegitimasi yang selama ini terjadi didalam tubuh parpol, yang hanya memunculkan politik yang menonjolkan Ketokohan individu harus dibenahi dengan satu keinsyafan bahwa, jika hal tersebut tidak diimbangi dengan institusi kepartaian, masyarakat dalam berpolitiknya tidak akan terorganisasi dengan baik, dan hanya akan melakukan transaksi politik berdasarkan kebutuhan individu.

Tesisnya adalah; Untuk rakyatlah setiap kekuasaan harus diabdikan, dan dari Rakyatlah kekuasaan itu berasal.

Untuk itulah kita memilih demokrasi. Untuk itulah kita berparlemen, dan untuk itulah partai-partai politik didirikan.

Dalam sejarahnya, tidak lama setelah Indonesia merdeka, wakil presiden Drs. Moh. Hatta mengeluarkan maklumat X tanggal 3 Nopember 1945. Maklumat tersebut memberikan keleluasaan Rakyat Indonesia untuk mendirikan partai-partai politik.

Dengan satu kesadaran; hanya melalui partai politiklah, setiap proses politik yang melahirkan kekuasaan itu bisa dijamin berasal dari rakyat.

Pada sisi yang lain, parpol memegang peranan penting untuk melahirkan regenerasi kepemimpinan. Karena itu, Sistem kaderisasi parpol mesti berjalan dengan baik.

Kader atau regenerasi adalah keharusan, karena itu adalah kehendak alam. Namun yang kita khawatirkan bukan regenerasi, tapi proses kaderisasi untuk melahirkan generasi kepemimpinan baru.

Tentu saja penyiapannya adalah dari segi fisik, kemampuan, keterampilan, etik, dan integritas. Bukan favoritisme, apalagi penganakemasan.

Penyiapan kader dengan memberi mereka karpet merah akan menciptakan regenerasi yang apolitis, pragmatis, meskipun seolah-olah berpolitik.

Sulit kita percaya dengan generasi yang dibesarkan realitas lampu sorot, realitas media seluas layar komputer, seluas layar Android, dan halaman koran.

Regenerasi yang kita butuhkan bukan sekedar politikus, karena jika itu yang kita harapkan maka saat ini kita sudah mengalami surplus politikus.

Kita butuh seorang Negarawan, aktor politik yang menempatkan dirinya dalam pelayanan kepada Negara. Bukan sebaliknya, aktor politik yang menempatkan Negara dalam pelayanan pada dirinya, dimana keselamatan Negara dan Bangsa bisa dikorbankan demi kepentingan sesaat.

Itulah yang kita butuhkan, kita butuh generasi yang benar-benar menyadari bahwa Indonesia adalah Negeri yang selama ini telah memberi kehidupan dari tanah, udara dan airnya.

Tak bisa lain, kita membutuhkan generasi yang mencintai negeri ini, yang bisa melakukan yang terbaik bagi negeri ini, yang merasa memilikinya bersama-sama kurang lebih 200 juta Rakyatnya. Yang tiada pernah bosan- bosannya menyahut panggilan Ibu Pertiwi, Indonesia.

Idealnya, Kita harapkan bagaimana ada pemimpin yang secara ideologi kuat, secara kinerja responsif, dan secara pencitraan juga bagus. Yang dapat memberikan contoh bahwa politik adalah pelayanan publik. Tidak menjanjikan uang, tapi menjanjikan kebijakan. Berpolitik dengan program, visi, nilai, kebijakan, serta bisa memenangkan pertarungan politik demokratis.

Dengan begitu, kita bisa yakin seyakin-yakinnya bahwa negeri ini akan menjadi milik Rakyat, sebagaimana bentuk pemerintahan yang ada, Republik. Satu istilah yang berasal dari kata RES PUBLICA atau UNTUK RAKYAT.*

Oleh: Rais Selle

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top