BELOPA, LAGALIGOPOS.COM – Masyarakat Walenrang Utara yang mempertanyakan kelanjutan program pencetakan sawah baru di wilayah mereka diklarifikasi oleh pihak dinas Pertanian Kabupaten Luwu. Menurutnya, terjadi kesalahan informasi Citizen Report dari pihak-pihak yang memberikan informasi ke media massa. (Baca: Pencetakan Sawah Di Walenrang Utara Mandek, Masyarakat Minta Polisi Mengusut)
Berikut klarifikasi lengkap dari lengkap dari Dinas Pertanian Kabupaten Luwu yang diterima redaksi Lagaligopos, Jumat (10/10/14)
Kegiatan Perluasan Sawah atau lebih dikenal dengan Percetakan Sawah yang dilakukan dengan menambah luas baku lahan tanaman pangan merupakan program unggulan pemerintah di bidang pertanian tanaman pangan sebagai upaya mengatasi laju kebutuhan produksi pangan yang terus meningkat sementara disisi lain alih fungsi lahan sawah setiap tahun terjadi secara masif.
Kegiatan perluasan sawah secara teknis harus dilaksanakan berurutan mulai dari identifikasi dan penetapan lokasi, survei/investigasi, desain, konstruksi sampai dengan pemanfaatan sawah baru. Mengingat perluasan sawah sesuai sifatnya merupakan investasi publik maka peran serta segenap stake holder terkait sangat dibutuhkan dalam mengawal pelaksanaan kegiatan ini.
Dalam pelaksanaan kegiatan percetakan sawah, keterlibatan masyarakat sebagai pemilik lahan yang terhimpun dalam wadah kelompok tani sifatnya sangat strategis, dimana pemanfaatan dana anggaran pembuatan konstruksi lahan baku menjadi lahan tanaman pangan (sawah) sepenuhnya dikelola oleh kelompok tani, sedangkan Instansi Teknis dalam hal ini Dinas Pertanian melakukan pendampingan, pengawasan, monitoring dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan agar menjamin kegiatan dilaksanakan dengan baik dan dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat.
Terkait dengan adanya masyarakat yang mempertanyakan adanya beberapa lahan yang tidak tergarap oleh pemiliknya, tentu sangat disayangkan karena seharusnya pada saat konstruksi lahan selesai dilaksanakan pemilik lahan segera memanfaatkan lahannya dengan ditanami padi atau tanaman pangan lainnya, ini sesuai dengan Pernyataan yang dibuat oleh masing-masing anggota kelompok pemilik lahan bahwa mereka “BERSEDIA mengolah dan memanfaatkan lahan setelah pekerjaan kontruksi perluasan sawah telah dilaksanakan dan tidak akan melakukan alih fungsi lahan dari lahan yang sudah dikonstruksi untuk perluasan sawah menjadi lahan lain selain peruntukan pertanaman padi atau tanaman pangan lainnya”.
Memang diakui bahwa konstruksi perluasan sawah pada setiap lahan hasilnya bervariasi, ada lahan setelah konstruksi selesai dilaksanakan langsung siap diolah dan ditanami seperti layaknya lahan yang sudah diolah berkali-kali, tetapi disisi lain ada juga lahan masih membutuhkan pembenahan, baru bisa diolah dan ditanami secara normal. Hal ini terjadi karena setiap lahan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tergantung dari daya dukung yang tersedia dilahan tersebut diantara berdasarkan sumber airnya meliputi lahan pengairan, lahan rawa-rawa, dan lahan tadah hujan; berdasarkan vegetasinya (jenis dan jumlah pepohonan dan tumbuhan lainnya) meliputi lahan vegetasi ringan, sedang, dan berat; serta berdasarkan tofografi dan kemiringan lahan.
Oleh karena itu partisipasi dan peran serta anggota kelompok pemilik lahan mutlak dibutuhkan dalam setiap tahapan pelaksanaan pekerjaan termasuk membenahi dan segera memanfaatkan lahannya pada saat pekerjaan konstruksi selesai dilaksanakan, karena jika mengharapkan pekerjaan hasilnya seperti lahan yang sudah beberapa kali diolah dan menghasilkan (ex. sawah jadi/lama) tentu anggaran yang tersedia tidak akan mencukupi. Berdasarkan pengalaman, bahwa jika konstruksi lahan dilakukan sendiri/swadaya biasanya membutuhkan anggaran Rp.15juta – Rp.20juta per hektar, sedangkan anggaran kegiatan perluasan sawah yang dialokasikan pemerintah untuk kegiatan fisik hanya Rp.6juta – Rp.7,5juta per hektarnya, hal inilah yang melatarbelakangi sehingga kegiatan perluasan sawah dilaksanakan secara berkelompok dengan harapan akan terjadi anggaran subsidi silang terhadap lahan yang ringan dengan yang lebih berat.
Dalam pelaksanaan konstruksi perluasan sawah tidak dikenal istilah pemborong, adapun pekerjaan konstruksi lahan menggunakan alat berat karena pembukaan lahan tidak memungkinkan untuk dikerjakan secara manual dengan tenaga manusia. Sedangkan dalam hal penggunaan alat berat kelompok tani memiliki kewenangan penuh untuk mencari rekanan dan bekerjasama dengan pemilik alat berat yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia, pihak Dinas Pertanian dalam hal ini tidak terlibat secara langsung dalam penyediaan alat berat. Prinsipnya bahwa kelompok tani harus memanfaatkan anggaran yang tersedia secara maksimal untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang maksimal pula sesuai dengan ketentuan teknis kegiatan perluasan sawah.
Kesimpulannya bahwa lahan percetakan sawah baru yang telah selesai pekerjaan fisiknya pada tahun 2012, yang pada saat ini ada yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat penyebabnya adalah :
Satu, kurangnya kepedulian pemilik lahan anggota kelompok untuk mengolah lahan sawah yang baru dicetak, sebagai bukti nyata bahwa banyak anggota kelompok tani lainnya telah mengelola dan memanfaatkan hasil kegiatan perluasan sawah di lokasi tersebut, demikian pula dengan kelompok tani lainnya yang menerima kegiatan serupa.
Dua, terjadinya kemarau panjang saat ini yang mengakibatkan sumber air dari sungai yang biasanya mengairi lahan tersebut mengalami kekeringan sehingga para petani belum bisa memanfaatkan lahannya secara rutin dan berkelanjutan.
Tiga, kurangnya bimbingan dan pengarahan dari pemerintah setempat, utamanya aparat desa dan para penyuluh pertanian, sehingga sebagian masyarakat ada yang tidak serius dalam mengelola lahannya.
Demikian klarifikasi ini disampaikan guna mendapatkan persepsi dan pemahaman yang sama tentang pemanfaatan hasil pekerjaan kegiatan perluasan sawah (Cetak Sawah). Terima kasih kepada Crew LagaligoPos atas partisipasinya dalam mengawal pembangunan di Bumi Sawerigading, Semoga Jaya dan Sukses Selalu.