OPINI

Rongkong, Surga di Balik Gunung

OPINI | Tana Masakke Lipumaraninding, dalam terjemahan bebas bermakna negeri sejuk, aman, damai dan tentram. Demikian ilustrasi masyarakat adat rongkong memaknai potensi alam salah satu kecamatan dataran tinggi Luwu Utara.

Dengan pacuan kuda besi (Baca; sepeda motor) Kecamatan Rongkong dapat ditempuh 3 jam perjalanan dari Masamba Ibu Kota Kabupaten Luwu Utara. Separuh pertama rute menyusuri jalan mulus aspal, kemudian jalan tanah berbatu diseparuh terakhir.

Sepanjang perjalan menyusuri aliran sungai Rongkong dengan suguhan udara sejuk, balutan hutan tropis, dan hamparan sawah perbukitan dengan sistem teras mengepung jejeran desa yang dilalui. Jauh dari polusi yang menjadi teman akrab kepenatan kota yang penuh basa-basi serta tensi politik di warung kopi.

Menjejaki alam Rongkong yang tersembunyi dibalik pegunungan dengan ketinggian 1600 meter diatas permukaan laut sungguh menjanjikan surga. Rasa lelah segera terbayar tunai oleh sambutan ramah warga dan panorama alam  Rongkong, negeri berselimut awan.

Warga Rongkong bersifat agraris dengan mata pencaharian utama bertani dan berkebun. Kondisi lingkungan yang bergunung-gunung membuat sistem pertanian dibuat dalam bentuk sengkedan atau terasering yang bertingkat-tingkat. Pembuatan sawah dilakukan secara bertingkat untuk menyiasati kondisi lahan yang miring di daerah Rongkong. Model sengkedan dibuat menyerupai tangga berundak-undak.

Di Desa Ekowisata Rinding Allo keagungan ilahi tersajikan oleh panorama alam yang fantastis. Waktu terasa berhenti. Hamparan sawah dengan liukan pematang tersusun rapi dibawah bukit, sentuhan romantis kabut datang dan pergi, hutan alami lebat dan suasana damai. Tak ada sinyal telekomunikasi mengantarkan kita keluar dari gerbang generasi milenial. Menakjubkan, sungguh seperti di surga.

Keindahan alam sejalan dengan keramahan masyarakat adat Rongkong.Warga ditujuh Desa se-Kecamatan Rongkong masing-masing Desa Kanandede, Desa Minanga, Desa Pengkendekan, Desa Komba, Desa Rinding Allo, Desa Limbong, dan Desa Marampa menjunjung tinggi falsafah kekerabatan.

“Kami selalu terbuka. Jika daun kayu bisa disulap menjadi manusia, akan kami hidupkan. Sebab orang rongkong ingin bersahabat”. Kata mereka dalam aksen lokal. Sekretaris Camat (sekcam) Rongkong Pasalongan turut mengaminkan.

“Keramahan masyarakat menjadi keseharian Tana Rongkong. Selain itu adat istiadat dan kebudayaan menjadi pijakan dalam memelihara alam dan sisi  kemanusian. Sebab itulah modal utama mengangkat tana warisan leluhur” kata putra asli Rongkong ini.

Disana Adat istiadat & kebudayaan masih dijunjung tinggi. Tana Rongkong memiliki tiga gelar kehormatan untuk para pemangku adat yaitu Tomakaka, Tosiaja, dan Matua. Sebagian dari mereka menjabat pemangku kepentingan dipemerintahan.

Pijakan adat dikuatkan dengan sumpah adat Rongkong. Tidak boleh ada perjudian, tidak boleh ada pencurian, tidak boleh ada perkelahiaan, dan tidak boleh ada perzinahan. Tradisi menenun juga masih terpelihara, walau hampir punah. Tradisi ini menyisakan Ibu Mawila di Salurante, Desa Rinding Allo. Ia menjadi simbol penjaga  tradisi dan ujung tombak pengetahuan tenun khas Rongkong.

Motif tenun Rongkong yang cukup dikenal seperti sekong mandi (saling berpegangan tangan) dan sekong sirenden (mencerminkan kebersamaan). Di Rongkong juga dapat dijumpai berbagai situs purbakala serta benda-benda peninggalan sejarah yang penuh histori. Ada Patung Pejuang Rongkong, situs gua kaki puang Rongkong dan situs Laso Batu. Destinasi yang menyimpan berbagai pengetahuaan masa lampau.

Ada pula destinasi air terjun, buntu todan serta puncak tabuan Rinding Allo yang mulai dipopulerkan Komunitas Buntu Tabuan Rongkong dan Rumah Panggung Masamba diberbagai akun media sosial.

Puncak Tabuan

Tana Rongkong memang kaya akan destinasi menggiurkan. Salah satu destinasi yang mulai dieksplor akhir-akhir ini adalah puncak tabuan. Lewat tangan dingin dan kerjasama apik  komunitas Buntu Tabuan dan Rumah Panggung, puncak tabuan mulai menampakkan wajahnya didepan khalayak. Berseliweran menembus padatnya lalu lintas warganet.

Sentuhan magis bermomodal swadaya komunitas serta support pemerintah Kecamatan dan Desa melahirkan project penggarapan puncak tabuan. Jalur menuju puncak kini diakses lebih enteng. Tanjakan dibuatkan pijakan membentuk tangga galian. Diatas puncak turut ditata agar melahirkan spot pengambilan foto bagi warganet yang hobbi eksis di media sosial.

Bagi pendaki sejati hanya butuh waktu 25 menit trekking sedang pendaki romantis membutuhkan waktu 50 menit untuk mencapai puncak. Melalui 2 pos utama sebagai tempat peristirahan mengatur nafas dan berselfie ria. Diatas puncak kita dapat menyaksikan pemandangan desa-desa di rongkong yang dibalut pegunungan Porreo, Tabuan, Tambolang, dan Paramean yang diselimuti awan.

Akram, penggiat “Komunitas Rumah Panggung” berucap pada pagi hari di Puncak tabuan mata kita dimanjakan sunrise (matahari terbit) dan sunset (matahari terbenam) di sore harinya. Pemandangan menggiurkan bagi para petualang dan fotografer profesional.

Rongkong dan Pengembangan Potensinya

Rongkong punya potensi luar biasa, banyak hal yang belum terjamah. Pemuda ketinggian Rongkong Zulfikar Rapang menyebut “Rongkong ibarat harta karun. Banyak hal yang berbaring tersembunyi zaman disana”.

Harta karun itu harus segera digali dengan pendekatan berbasis kearifan lokal, sehingga tak menggerus hak asal-usul dan kewenangan lokal setiap Desa di Kecamatan Rongkong. Untuk menggali harta karun itu butuh strategi dan komitmen dalam mengurai segala keterbatasan pengembangan kecamatan Rongkong selama ini.

Masalah selama ini adalah terbatasnya uluran tangan pemerintah Provinsi dan Kabupaten. Sebab itu diperlukan langkah solutif menjawab keterbatasan pemerintah Provinsi dan Kabupaten. Pemanfaatan Dana Desa  bisa menjadi langkah solutif pengembangan potensi Desa-desa di Kecamatan Rongkong.

Kucuran dana yang bersumber dari APBN itu haruslah dimanfaatkan sebaik-baiknya sesuai dengan amanah UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa beserta aturan-aturan lainnya yang mengatur pemanfaatan Dana desa.

Desa se-Kecamatan Rongkong harus memetakan segala potensi desa agar pemanfaatan dana desa tersalurkan sesuai dengan kebutuhan Desa secara umum. Termasuk upaya pengembangan potensi wisata beberapa Desa di kecamatan Rongkong sebagai upaya membangkitkan geliat perekonomian Desa.

Desa membangun indonesia hanya bisa terwujud jika semua stakeholder di Desa dan instrumen lainnya secara sistemik berangkat dari kesadaran dan kecakapan dalam pengelolaan dana desa. Lahirnya undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa tidak lagi menempatkan Desa sebagai latar belakang indonesia, tapi halaman depan Indonesia.

UU tentang Desa menempatkan Desa sebagai subyek pembangunan. Dengan kewenangan yang dituangkan dalam UU, Desa memiliki tugas untuk menyelenggarakan pembangunan dan pemberdayaan. Lalu bagaimana mewujudkan kemandirian Desa sesuai amanat UU Desa? Mewujudkan Desa mandiri bukan pekerjaan yang mudah, namun bukan mustahil untuk diwujudkan.

Bagi Pendamping Desa tentu ini bukan tugas sederhana. Akan tetapi, kita harus percaya dan mawas diri dengan kondisi aktual Desa, yaitu bahwa dalam derasnya arus pembangunan Desa selama ini, selalu ada kearifan dan inovasi-inovasi Desa yang membuat Desa memiliki peluang untuk bertahan, sejahtera, dan mandiri.

Sebagai upaya untuk mewujudkan Desa mandiri seperti yang dicita-citakan, kuncinya ada pada pemberdayaan masyarakat Desa. Skenario kebijakan yang dicanangkan Kemendesa PDTT melalui strategi tiga daya selama ini belumlah menampakkan wajahnya di Desa-Desa. Rumusan strategi tiga daya itu dalam implemntasinya dimaknai sebagai berikut;

Pertama, pengembangan lumbung ekonomi rakyat adalah pengembangan ekonomi masyarakat Desa sesuai potensi ekonomi desa baik atas prakarsa masyarakat Desa dan/atau prakarsa Pemerintah Desa yang dilakukan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat Desa.

Kedua, penguatan jaring komunitas Wiradesa adalah penguatan kapasitas masyarakat Desa dalam hal pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan dan kesadaran dalam kehidupan ekonomi, sosial, dan penyelenggaraan Pemerintahan Desa. dan

Ketiga, pengembangan Lingkar Budaya Desa adalah pengembangan budaya, tradisi, dan kearifan lokal sebagai pengikat solidaritas dan kegotongroyongan dalam seluruh sektor kehidupan Desa.

Tentunya strategi 3 daya ini bagi pendamping Desa bisa menjadi kerangka dan persfektif dalam pengembangan pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan Desa Mandiri. Strategi ini harus diselaraskan dengan kearifan dan inovasi-inovasi Desa Untuk mengembangkan Desa Mandiri.

Perbedaan mendasar model Pendampingan setelah penetapan undang-undang desa adalah Pendamping Desa dituntut mampu melakukan transformasi sosial dengan mengubah secara mendasar pendekatan “kontrol dan mobilisasi” “Pemerintah terhadap desa” menjadi pendekatan “Pemberdayaan Masyarakat Desa”.

Masyarakat Desa dan Pemerintah Desa sebagai satu kesatuan self governing community diberdayakan untuk mampu hadir sebagai komunitas mandiri. Dengan demikian, desa-desa didorong menjadi subyek penggerak pembangunan Indonesia dari pinggiran, sehingga mampu merealisasikan salah satu  agenda strategis Pemerintah yaitu dari desa membangun Indonesia dengan memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan.

Dunia pendampingan kita harus berani melakuakan otokritik terhadap kondisi dunia pendampingan yang masih sibuk dengan data-data yang penuh reme-teme sehingga ruh pemberdayaan masyarakat Desa sesuai amanah UU tidak hanya menjadi pajangan dalam bentuk pasal-pasal.

Oleh: Rival Pasau (Pendamping Profesional Kecamatan Rongkong Kabupaten Luwu Utara)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top