Masamba, Lagaligopos.com – Tercium aroma bisnis di dalam tubuh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Andi Djemma Masamba. Hal ini terungkap saat rapat dengar pendapat di gelar kemarin selasa (11/02/14) diruang Aspirasi DPRD Kab. Luwu Utara.
Dari rapat dengar pendapat itu terungkap beberapa fakta menarik yang menggambarkan carut marut mutu pelayanan yang di hadapi pasien selama ini karena ada indikasi praktek bisnis antara pihak rumah sakit dan apotik. Selain itu, tercermin tidak harmonisnya hubungan antara manajemen RSUD Andi Djemma Masamba dengan tenaga medis rumah sakit itu.
“Berlarut-larutnya masalah pasokan obat serta seringnya RSUD Andi Djemma mengalami kekosongan obat-obatan dan bahan habis pakai (BHP) kesehatan tidak lain karena penggunaaan alokasi anggaran oleh pihak manajemen Rumah Sakit untuk pengadaan obat-obatan dan BHP dilakukan secara umum, yang seharusnya di pisahkan antara pengadaan obat-obatan dan BHP untuk pasien Askes, Jamkesda, serta Jamkesmas sesuai DPA RSUD Andi Djemma Masamba”. Ungkap Ketua komite medik dr. Nasrul SpTHT, M.Kes.
Sedang menurut pihak PT. ASKES dan PERDA tentang program kesehatan gratis membebani biaya obat kepada pasien pengguna Askes yang melakukan pembelian obat di luar apotek Rumah Sakit merupakan hal yang tidak di benarkan.
“Hal itu tidak sesuai dengan poin-poin MOU antara PT ASKES dengan Pemerintah Daerah, seharusnya obat yang di beli diluar menjadi klaim pihak rumah sakit,” Seru salah seorang perwakilan PT. ASKES.
“Begitupun dengan PERDA yang mengatur tentang penyelenggaraan program kesehatan gratis pengguna Jamkesda dan Jamkesmas tidak membenarkan hal itu,” Sambung Ramadhan, direktur LSM Pemerhati Luwu Utara (Pemalu).
Namun hal itu dibantah oleh Kepala Instalasi Farmasi RSUD Andi Djemma Masamba, Asni Mangina.
“Pembelian obat oleh pasien pengguna Jaminan Askes, Jamkesda, serta Jamkesmas yang dilakukan di luar Apotek Rumah Sakit di saat kami menghadapi kekosongan obat tidak menjadi klaim pihak rumah sakit, jadi memang tidak ada pengembalian uang terhadap pasien pengguna jaminan kesehatan gratis yang telah melakukan pembelian obat di luar Apotek Rumah Sakit,” tutur Pemilik Apotek Alif Farma ini.
Untuk diketahui, selama ini pasien selalu diarahkan oleh pihak rumah sakit untuk membeli obat di apotik luar karena alasan ketidak-tersediaan obat-obatan dan BHP lainnya.
Pada saat Hearing, Direktur RSUD Andi Djemma, drg. Marhani Katma kembali membenarkan krisis obat dan BHP oleh Rumah Sakit.
”Penolakan pasokan obat dari perusahaan farmasi dikarenakan belum terbayarnya utang obat jamkesmas sebesar Rp 4,5 miliar. Utang itu diakibatkan tunggakan dana jamkesmas selama enam bulan. Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Utang di perusahaan farmasi Rp 4,5 miliar. Inilah yang membuat pasokan obat dari perusahaan farmasi tidak ada. Makanya obat di apotek kerap kosong,” papar istri Sekretaris Bawasda Lutra ini.
Menggelindingya persoalan ini keranah publik akhirnya memaksa pemerintah Kabupaten Luwu Utara mengucurkan dana talangan Rp 2 miliar. Anggaran ini untuk menutupi sebagian utang obat dan bahan habis pakai terhadap sejumlah distributor atau perusahaan farmasi. Pembayarannya akan dicicil.
Dari data yang diperoleh Lagaligopos, dana 2 miliar itu hanya merupakan dana talangan untuk utang yang bersumber dari Jamkesda. Sementara utang yang bersumber dari Jamkesmas belum dibayarkan, padahal dana tersebut sudah ada dalam batang tubuh APBD Luwu Utara tahun 2013 lalu. Lalu kenapa dana itu belum dikucurkan?
Lagaligopos mencoba menelusuri hal itu, tapi dari beberapa pihak yang ditemui semuanya bungkam dan menghindar.
Selain itu, pada saat Hearing, keluhan juga di luapkan oleh beberapa tenaga medis yang sempat hadir.
“Bagaimana Kualitas pelayanan Rumah sakit mau baik, pihak manajemen rumah sakit selama ini tidak memenuhi kewajiban terhadap beberapa tenaga medis dirumah sakit, kami selama ini tidak menerima jasa malam dan dana kesejahraan para medis yang menjadi hak kami,” keluh Basir, salah seorang perawat di RSUD Andi Djemma Masamba. (RPB)
