OPINI

Pragmatisme

“Keindahan memang tidak selalu identik dengan kerumitan stratagi, kecanggihan pola permainan, atau kedahsyatan skema penyerangan. Keindahan bisa saja ditemukan dalam kesederhanaan-kesederhanaan yang jujur, tak berpura-pura, dan apa adanya”

***

OPINI | Nanti malam, Manchester United akan bertandang ke kandang Bayern Munich. Hampir bisa dipastikan kita akan melihat anak asuh Moyes akan bermain defensif, menumpuk pemain di belakang. Jika di kandang sendiri saja mereka bertahan, apalagi main di Allianz Arena, bukan?

Pep Guardiola dan Arjen Robben sudah mengeluhkan cara main United. Tapi ini keluhan yang umum diutarakan oleh tim-tim yang terobsesi dengan penguasaan bola dan penyerangan. Tim-tim seperti itu sering menganggap lawannya yang bertahan sebagai “tak berniat main bola”, “membunuh keindahan sepakbola” dan dakwaan-dakwaan lain yang melecehkan taktik bertahan sebagai tak ubahnya sampah peradaban adiluhung sepakbola.

Tapi benarkah keindahan hanya milik taktik sepakbola menyerang? Benarkah keindahan itu, termasuk dalam sepakbola, hanya berdimensi tunggal? Mari kita coba periksa kembali dengan cara mencoba memahami alam pikiran Otto Rehhagel.

Masih ingat Otto Rehhagel? Orang yang secara luar biasa memimpin negeri kurcaci sepakbola seperti Yunani menjadi raja di Eropa pada 2004 lalu. Dengan taktik superdefensif, anak asuh Rehhagel berhasil mengandaskan semua unggulan, termasuk mengalahkan tuan rumah Portugal di partai puncak Piala Eropa 2004.

Rehhagel adalah orang yang sangat sederhana dalam cara berpikir. Dia bukan tipe pelatih yang senang menyusun teori dan gagasan-gagasan njlimet laiknya Cesar “El Flaco” Menotti dari Agentina atau Rinus Michels dari Belanda yang kerap dijuluki sebagai “para filsuf sepakbola”. Prinsip permainan yang dianut Rehhagel memang sederhana: perkuat lini pertahanan, jangan beri celah kepada lawan untuk memasuki kotak penalti, lalu kirimlah serangan balik yang tidak harus cepat, tapi yang penting tertata dan tidak sembrono.

Itulah pragmatisme Rehhagel yang, suka atau tidak, telah terbukti membawa Yunani menjadi juara Eropa 2004 dengan menahan seri Spanyol, menaklukkan Ceko, Prancis dan Portugal (Portugal bahkan dipecundangi dua kali: di partai pembukaan dan partai final).

Dari situ, pelan-pelan terlihat bagaimana Otto Rehhagel membimbing anak asuhnya dengan sebentuk “pragmatisme”.

Ditakik dari bahasa Yunani, “pragma”, yang berarti perbuatan atau tindakan, pragmatisme sebenarnya ingin menunjukkan bahwa benar tidaknya sebuah teori atau gagasan hanya bisa diketahui setelah terbukti membawa hasil atau faedah yang bagus. Jika terbukti berfungsi dan berfaedah, sebuah teori atau gagasan bisa dinyatakan benar.

Pada Brazil, pragmatisme berarti bermain menyerang. Dengan bakat-bakat hebat, luar biasa, dan stok pemain bagus yang berlimpah, menyerang adalah – dengan mengutip pengertian pragmatisme di atas – sebuah teori yang diyakini akan membawa hasil atau faedah yang bagus yaitu kemenangan.

Pragmatisme Rehhagel terlihat sewaktu ia menerjemahkan apa arti dari “permainan modern”.  Modern, bagi Rehhagel, bukanlah permainan indah ala Brazil, cattenacio ala Italia, atau total footbal ala Belanda. Modern juga tidak berurusan dengan pola 4-4-2 atau 4-3-3. “Siapa yang menang, dialah yang modern,” ucap Rehhagel dengan persistensi yang meyakinkan.

Melalui parafrase dengan persistensi yang tinggi itulah, Rehhagel menjlentrehkan bukan hanya apa yang dimakdus sebagai “modern”, tapi menjelaskan dengan gamblang apa yang dimaksud dengan pragmatisme. Siapa yang menang, siapa yang menghasilkan faedah yang paling maksimum, mereka yang pragmatis.

Mestikah diherankan jika cara berpikir Rehhagel itu nyaris segendang-sepenarian dengan kata-kata William James, filsuf yang memang diakui sebagai penubuh terpenting aliran pragmatisme: “If you care enough for a result, you will most certainly attain it.”

Pragmatisme ala Rehhagel juga mengandung kejujuran yang tanpa cadang, sebab jika kalah Rehhagel tak akan pernah bisa merengek-rengek sembari berdalih begini: “Walaupun kami kalah tapi kami telah bermain indah” -itu dalih yang kerap dikerek tim-tim besar saat dipecundangi tim underdog yang memilih bermain sederhana dan tidak neko-neko.

Tentu saja tidak ada yang salah dengan pragmatisme. Ia hanya mengajarkan pada siapa saja untuk lebih realistis memandang hidup: lakukan apa yang memang mungkin dilakukan, hindari yang memang tidak mungkin menghasilkan.

Orang boleh menuduh Rehhagel telah membunuh kerinduan terhadap sepakbola yang indah. Masalahnya, Rehhagel tak memiliki materi pemain yang memungkinkan dihelatnya pagelaran sepakbola indah – jika keindahan diringkus dan disederhanakan semata perkara dribling yang memukau, gocekan yang lihay atau umpan satu dua yang semulus sutera. Tak masuk akal meminta Yunani bermain indah seperti Prancis di bawah pengaruh sihir seorang balerina bernama Zidane atau seperti Belanda yang menyerang dengan heboh bak angin puting beliung di bawah kibaran panji-panji “total-footbal”.

Rehhagel hanya memilih strategi permainan yang paling mungkin direalisasikan oleh anak asuhnya. Dan ia jujur mengungkapkannya secara terbuka. Jika kelak pragmatisme permainan ala Rehhagel yang sederhana itu yang berhasil, seperti yang ditunjukkan pada Piala Eropa 2004, jangan salahkan Rehhagel, tapi salahkanlah total-football Belanda atau permainan cepat ala Ceko atau Jogo Bonito-nya versi Portugal yang gagal meluluh-lantakkan kesederhanaan permainan Yunani.

Keindahan memang tidak selalu identik dengan kerumitan stratagi, kecanggihan pola permainan, atau kedahsyatan skema penyerangan. Keindahan bisa saja ditemukan dalam kesederhanaan-kesederhanaan yang jujur, tak berpura-pura, dan apa adanya.

Lagipula, “kita memang berasal dari keindahan yang sebenarnya sederhana”. Itu kata-kata yang saya gubah dari parafrase yang ditulis penyair Ralph Waldo Emerson dalam bagian delapan dari buku tipisnya yang berjudul The Conduct of Life (1860).

 

Oleh: @ZenRs, Rutin nulis esai di id.berita.yahoo.com

Sumber: panditfootball.com

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top