EDITORIAL, LAGALIGOPOS.COM – Geliat Sulawesi Selatan mencari pemimpin mulai memanas. Manufer politik sejumlah kandidat mengindikasikan bahwa pesta demokrasi lima tahunan kali ini bukan Pilkada biasa. Sangat kental kepentingan politik nasional mengintervensi keadaan.
Kewenangan Rusdi Masse Ditarik
Baru-baru ini, kewenangan yang diberikan kepada Ketua DPW NasDem Sulsel, Rusdi Masse (RMS), untuk penentuan usungan kandidat Pilgub Sulsel dicabut oleh pengurus pusat. “Kewenangan penuh yang tadinya diberikan kepada Kakak Rusdi Masse untuk Pilgub Sulsel ditarik kembali,” ujar Tim Tujuh DPP NasDem Sri Sajekti Sudjunadi beberapa waktu lalu.
Kuat indikasi ini terkait kepentingan nasional Partai NasDem usai pengesahan undang-undang Pemilu pekan lalu. Besama dengan PDIP, Golkar, Hanura, PPP, nasdem termasuk yang menginginkan presidential threshold 20 persen. Jadi sangat krusial bagi NasDem untuk berada dalam posisi strategis pada Pilgub Sulsel mendatang.
Efek Novanto
Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Umum DPP Partai Golkar sebagai tersangka dalam korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP), berkembang spekulasi dimedia-media lokal bahwa kandidat yang diusung partai Golkar di Sulsel mengalami masalah serius.
Issu yang berkembang di Internal partai berlambang beringin itu terbelah menjadi dua kubu. Kubu pertama menginginkan dilaksanakannya Munaslub dalam waktu dekat, sementara kubu kedua tidak menginginkan Munaslub. “Rapimnas telah memutuskan bahwa kondisi apapun yang dihadapai oleh partai tidak aka nada Munaslub,” ujar Nurdin Halid saat itu.
Kondisi partai Golkar yang bermasalah ini membuat partai itu semakin tersandera dalam arus politik partai koalisi pendukung pemerintah. Kecamuk politik internal dan arus politik dari luar membuat partai penguasa di Sulsel itu terancam kehilangan tahta tertingginya.
Mesranya Nurdin Abdullah dengan partai koalisi pendukung pemerintah
Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo mengungah foto bersama Nurdin Abdullah (NA) di akun Twitternya. Jokowi juga memberikan tempat kepada bupati bantaeng dua priode itu berdiri diatas panggung saat Jokowi membuka acara Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Otonomi Expo 2017 di Jakarta Convention Center, Rabu (19/7/2017).
Intensitas NA bertemu dengan partai koalisi pendukung pemerintah semakin menguatkan kemungkinan ini. “Saya juga meyakini, masih bisa sama-sama (Hanura) di Pilgub Sulsel 2018,” kata NA usai mengembalikan formulir di Sekretariat Hanura, Senin (24/7/2017).
Begitu juga dengan PDIP. Partai besutan Megawati itu bahkan memberikan perlakuan khusus kepada NA. Melalui lawatan politik, partai berlambang banteng itu mengantar langsung formulir pendaftaran pilkada ke kediaman NA.
“Saya sangat terharu mendapat info bahwa PDIP akan datang membawa formulir. Saya kira ini tidak lazim yang dilakukan oleh parpol yang ada saat ini,” kata Nurdin Abdullah saat itu.
Koalisi Partai Oposisi
Sementara itu, Gerindra, PKS, Demokrat, PBB, dan PAN adalah partai yang menolak mengesahkan presidential threshold sebesar 20 persen. Tampaknya partai koalisi oposisi ini sulit bergandengan tangan dengan partai pendukung pemerintah mengusung kandidat yang sama pada Pilgub Sulsel mendatang.
Sinyal itu mulai terlihat dari PKS. Baru-baru ini, PKS Sulawesi Selatan telah menggelar Pemilu Raya untuk menentukan nama yang akan diusung pada Pemilihan Presiden 2019. “PKS bersama dengan Prabowo kembali sangat terbuka. Kita lihat saja bagaimana hasil setiap daerah lainnya. Sebab di Sulsel kita tetap ingin capres Prabowo,” kata Bendahara PKS Sulsel, Ariady Arsal, Rabu (26/7/2017).
Polarisasi dua kubu ini bukan saja dipusat. Ini terjadi sampai kedaerah. Dan polarisasi itu merupakan suasan politik nasional kita akhir-akhir ini.
Kemungkinan, partai koalisi oposisi ini akan mengusung kandidat yang memiliki potensi tinggi mengalahkan kandidat yang diusung partai koalisi pendukung pemerintah. Nama Ichsah Yasin Limpo (IYL) mungkin masuk dalam kriteria itu, tapi mungkin juga ada nama lain.
AKhirnya, polarisasi kedua kubuh raksasa ini membuat figur-figur lokal di Sulsel yang kita anggap sebagai “Pemain” hanya sekedar wayang kecil.