MASAMBA, LAGALIGOPOS.COM – Ketua Kerukunan Keluarga Luwu (KKL) Raya, Buhari Kahar Mudzakkar menyoroti rencana pembangunan Hunian Tetap (Huntap) oleh Pemerintah Daerah Luwu Utara untuk korban banjir.
Baru-baru ini Menko PMK, Muhajir Effendy menganggap rencana pembangunan hunian sementara (Huntara) bagi korban banjir hanya buang-buang waku. Muhajir lebih ingin dirubah menjadi Huntap saja.
Baca Juga: Banjir Luwu Utara Jadi Panggung Politik Pilkada
Buhari sendiri menganggap pemerintah keliru jika meniadakan rumah hunian sementara untuk korban banjir.
Menurutnya, Huntap tetap dibangun tapi hanya untuk rumah yang berada di zona bantaran sungai.
“Dari keseluruhan rumah yang masuk kategori rusak berat, sesuai data yang kami dapatkan terakhir ada sebanyak 1.164 unit rumah, itu tidak perlu keseluruhannya mendapatkan penggantian hunian tetap (Huntap) dari pemerintah. Penggantian Huntap itu hanya bagi rumah-rumah yang berada di zona bantaran sungai, kalau diambil misalnya sejauh 30 meter dari bibir sungai Masamba dan Sungai Radda, maka perkiraan saya ada sekitar 50 % dari total rumah yang rusak berat atau sebanyak 582 unit rumah yang perlu diganti dengan Huntap,” kata Buhari kepada Lagaligopos, Senin (03/8/2020).
Baca Juga: Viral, Pasangan ini Menikah di tenda Pengungsi Korban Banjir Luwu Utara
“Yang 50 % lagi itu tidak perlu digantikan, pemilik rumah bisa kembali perbaiki rumah setelah normalisasi sungai dan pembuatan tanggul, itu kan sudah aman,” ujarnya.
Hal yang justru mendesak yang harus dilakukan Pemda Luwu Utara saat ini, kata Buhari adalah menetapkan berapa lebar dari bibir sungai itu yang dinyatakan sebagai zona merah yang nantinya akan dijadikan tanggul, di dalam area itulah rumah-rumah yang rusak tidak boleh diperbaiki lagi.
“Mereka yang di zona ini mendapatkan penggantian rumah dari pemerintah,” kata Buhari.
Sementara itu, untuk rencana pemerintah memberi uang kontrak rumah bagi semua KK yang mengalami kerusakan rumah atau tertimbun, menurut Buhari hal ini sangat problematis.
“Dimana mereka bisa dapat rumah kontrakan di Luwu Utara dengan jumlah rumah sebanyak itu?” kata Buhari.
“Dalam bayangan saya, setelah warga korban bencana itu menerima biaya kontrak rumah dari pemerintah, mereka tetap akan tinggal di tenda pengungsian dengan alasan tidak ada rumah yang bisa dikontrak”.
Baca Juga: Masamba Alami Banjir Terparah Sepajang Sejarah
“Mungkin saja mereka bisa kontrak rumah, misalnya di Kota Palopo atau ke utara di Mangkutana (Lutim), dan kalau ini yang terjadi berarti akan ada gelombang eksedus warga Luwu Utara keluar daerah, dan ini akan berimplikasi secara politis karena pada bulan Desember nanti akan digelar Pilkada di Luwu Utara, terkecuali jika jadwal Pilkada ditunda. Atau mungkin juga sebagian memilih untuk numpang dirumah keluarga secara berdesak-desakan, itu juga cukup riskan disaat musim Covid,” papar Buhari.
Menurut Buhari, keliru jika pemerintah meniadakan rumah hunian sementara, itu kebijakan yang belum tentu tepat. Yang mestinya disiapkan pemerintah adalah membuat type hunian sementara dengan biaya yang murah dan lokasinya menyebar (tidak terpusat) sehingga pembangunannya bisa cepat selesai.
“Model rumah hunian sementara dengan biaya 8-9 juta per unit itu sangat memungkinkan, dan type yang seperti itu banyak digunakan sewaktu bencana di kota Palu,” tutupnya. (Eng).