EDITORIAL

Ribut-ribut Duo “Amir” di Mesjid Agung

EDITORIAL, LAGALIGOPOS.COM – Keributan yang melibatkan Judas Amir dan Yayasan Mesjid Agung Luwu Palopo, di Mesjid Agung kemarin, hanya merupakan remah-remah konflik bernuansa politik yang menjadi alas peristiwa ini.

Disini, ada dua tokoh yang sama-sama mengklaim sebagai “Amir” atas mesjid bersejarah itu. Dari arah barat mesjid, di Saokotae-rumah jabatan wali kota-adalah Judas Amir, Wali Kota Palopo 2013 -2018.

Diarah yang berlawanan, Saodanrae, ada sang Wakil Wali Kota, Akhmad Syarifuddin, sekaligus putra dari Ketua Umum Yayasan Mesjid Agung Luwu Palopo, Syarifuddin Daud.

Sudah menjadi rahasia umum, tak berselang lama setelah dilantik pada 2013 silam, keduanya pecah kongsi. Dan, hal ini tampaknya merembet pada pengelolaan Mesjid Agung yang dibangun tahun 80-an itu.

Syariduddin Daud atas nama Yayasan Mesjid Agung Luwu Palopo, mempersoalkan Pengurus Mesjid Agung Luwu Palopo, yang dibentuk oleh Judas Amir pada 20 Mei 2016 lalu.

Syarifuddin Daud dan sekretarisnya, Hisban Thaha, kemudian membawa hal itu ke pengadilan, dengan didampingi kuasa hukumnya, Anwar Amiruddin dan Dahlan.

Sedang sebagai tergugat, Wali Kota Palopo dan Pengurus Mesjid Agung Luwu Palopo yang diketuai Nasaruddin, didampingi sembilan advokat. Diantaranya Asdar Thosibo, Umar Kaso, Rachman, Irwan Muin dan Hisma Kahman.

Yang menjadi objek sengketa adalah pembentukan Pengurus Mesjid Agung Luwu Palopo untuk periode 2016 -2019 oleh Wali Kota Judas Amir.

Padahal sebelumnya, yayasan telah mengusulkan nama-nama pengurus mesjid kepada Kementerian Agama untuk direkomendasikan ke wali kota agar disahkan dalam bentuk surat keputusan (SK).

Wali kota kemudian menerbitkan SK. Sayangnya, nama-nama yang tertera dalam SK itu, bukanlah usulan mereka. Bukanlah nama-nama, yang oleh yayasan diklaim telah disusun beradasarkan aturan, dengan memperhatikan usulan para pihak.

Yayasan menuding, kepengurusan yang di SK kan wali kota bertentangan dengan keputusan Dirjen Bimas Islam tentang standar pembinaan pengelolaan mesjid, yang menyebutkan, wali kota hanya bertugas menetapkan nama-nama yang diusulkan oleh mereka melalui rekomendasi Kementerian Agama.

Di lain sisi, wali kota menganggap tak ada ketentuan yang mengatur bahwa Dewan Pengurus dan Dewan Pengawas Badan Hukum Yayasan dalam hal ini pihak Syarifuddin Daud, berwewenang mengangkat pengurus harian mesjid.

Argumentasi ini dirujuk pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Yayasan Masjid Agung Luwu Palopo, di akta notaris Nomor 01 tertanggal 04 April 2016, pada Pasal 3 mengenai Kegiatan Yayasan.

Menurut wali kota, keberadaan antara Yayasan Mesjid Agung Luwu Palopo dan Pengurus (takmir) Mesjid Agung Luwu Palopo yang di SK kan wali kota Palopo, merupakan dua hal yang berbeda, dan tidak memiliki hubungan atau kepentingan hukum satu sama lain.

Apalagi, tanah seluas lima hektar termasuk diatasnya berdiri bangunan fisik Mesjid Agung Luwu Palopo bukanlah harta benda milik yayasan yang didirikan Syarifuddin Daud, tetapi merupakan milik pemerintah yang terinventaris dalam daftar aset Pemerintah Kota Palopo.

Wali kota juga membeberkan, usulan nama-nama pengurus mesjid dari yayasan, sama sekali minus unsur pemerintah. Hanya kalangan jama‘ah, masyarakat, akademisi, tokoh agama, serta pimpinan organisasi kemasyarakatan yang dilibatkan.

Akhirnya, dalil-dalil hukum yang dikemukakan tergugat atau wali kota, tampaknya lebih kuat. Hingga kemudian putusan pengadilan pada tiga tingkatan sekaligus, menolak gugatan Ketua Umum Yayasan Mesjid Agung Luwu Palopo, Syarifuddin Daud.

Putusan hukum sudah dikeluarkan, kita wajib menghormati, dan pula, semestinya semua pihak harus tunduk pada itu. Kita juga mesti menahan diri untuk tak menggiring hal tersebut ke situasi politik.

Untuk menghilangkan rasa saling curiga ditengah masyarakat, maka sudah semestinya putusan itu diperdengarkan kepada khalayak.

Persoalan hukum disini, adalah berbeda dengan persoalan politik disisi lain. Mesjid terlalu suci untuk dinodai oleh kepentingan-kepentingan sesaat. Sungguh tak elok mesjid sebagai tempat dimana perbedaan harusnya dihilangkan, diperlakukan serendah itu.

Oleh: Zulfikar Rapang, Wartawan Lagaligopos

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top