EDITORIAL

Ayam dan Ikan Mulai Dilibatkan Dalam Pilgub Sulsel

EDITORIAL, LAGALIGOPOS.COM – Suasana politik Sulsel akhir pekan ini mulai memanas. Nama-nama hewan ikut dibawa bawa dalam percakapan politik.

Penggunaan nama-nama hewan itu tentu hanya sebagai metafora untuk menggambarkan maksud tertentu.

Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo (SYL) lah yang “menyeret” kedua hewan itu masuk kedalam diskursus politik.

Misalnya, SYL mengibaratkan memilih pemimpin itu seperti memilih ikan. “Besok kalau pilih gubernur, jangan pilih yang rusak karena gubernur itu adalah kepala yang harus bersih. Istilahnya, ikan itu kalau kepalanya rusak, maka rusak-lah isinya,” katanya saat membawakan kuliah tujuh menit di masjid Kantor Gubernur usai melaksanakan sholat Jumat kemarin.

Setelah Ikan, SYL juga menyebut Ayam. Orang nomor satu Sulsel itu tampaknya mengibaratkan kontestasi Pilgub Sulsel seperti pertandingan “sabung ayam”.

Dalam ciutanya di Twitter, sambil tertawa, SYL menyebut, dia susah dikalahkan. “ha ha…kalau bertanding ji ..AYAM KU…..susah 2 ki kalah …kecuali …ALLAH tdk meridhoi…!!!!,” tulisnya.

Penggunaan metafora hewan ini bukan sekedar gaya bahasa. Hal ini menyangkut cara berpikir manusia yang terbentuk dari kultur dan pengalamannya.

Menurut psikologi kognitif, metafora adalah sebuah “senjata” untuk menerangkan target tanpa harus berbelit-belit. Ia tidak tersurat, tapi tersirat. Numun sebenarnya multi makna.

Metafora tak menunjuk langsung. Si pengujar sengaja membuatnya “mengambang”, tapi orang tersinggung. George Lakoff, seorang murid Noam Chompsky menyebut metafor sebagai modus berbahasa.

Baca: Singgung Koruptor, SYL Diingatkan Soal Korupsi Adiknya

Pada umumnya, penggunaan nama-nama hewan merupakan analogi atau perbandingan sifat-sifat hewan yang menyerupai sifat manusia.

Secara kultural, Ayam memang merupakan simbol yang banyak digunakan di Indonesia Timur, khususnya Sulsel. Misalnya “ayam jantan dari timur” sebuah ungkapan untuk menggambarkan keberanian Sultan Hasanuddin.

Jika direfleksi kebelakang, SYL memang kerap mengidentikkan diri dengan Simbol itu. Mulai dari topi hingga baju yang ia pakai.

Sederhananya, sebuah simbol lahir dari sebuah kultur. Dalam teori pencitraan, penggunaan sebuah simbol adalah tindakan sengaja untuk mereferensiasi si pemakai simbol dengan kultur atau budaya yang ingin diwakilinya.

1 Comment

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top